Senin 25 Apr 2011 20:25 WIB

Pemerintah Dinilai Setengah Hati Tanggulangi Pornografi

Rep: Nashih Nashrullah/ Red: Krisman Purwoko

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pemerintah dinilai masih setengah hati melindungi moralitas bangsa. Penanggulangan terhadap pornografi dan pornoaksi belum dilakukan secara sinergis, komprehensif, dan massif. Padahal, yang terjadi belakangan adalah fenomena reduksi nilai kepatutan di masyarakat.

Penegasan ini disampaikan oleh Ketua Umum Pengurus Pusat Muslimat Nahdlatul Ulama (NU), Khofifah Indar Parawansa. “(Pemerintah) Belum serius, khawatir, ini (pornografi) tidak terlalu ‘seksi’,”kata dia.

Kepada Republika di Jakarta, Senin (25/4), Khofifah menjelaskan terkait regulasi misalnya, aturan yang diberlakukan kurang memberikan efek jera bagi para pelaku dan pihak yang terlibat. Bandingkan dengan negara maju lainnya. Di Amerika Serikat, terdapat 6 UU yang mengatur tentang pornografi anak berikut sanksi tegas.

Aplikasi UU itu pun dilaksanakan dengan baik. Di Texas contohnya, penyedia pornografi dikenakan sanksi akumulatif berupa kurangan penjara selama 1354 tahun. Regulasi ketat diterapkan pula oleh Austria, Singapura, dan Malaysia. “Kita malah kebablasan,”tandas dia.

Menyikapi maraknya artis porno luar negeri ke Indonesia, Chofifah mengatakan masyarakat tak bisa berharap banyak pada industry media. Apalagi, lembaga rating di Indonesia masih tunggal, AGB Nielsen. Sehingga tidak bisa memberikan data bandingan second opinion tentang rating acara yang diminati pemirsa.

Ironisnya, pemerintah beralasan kesulitan membuat lembaga rating serupa. Ini bertolak belakang misalnya dengan pengalaman Korea Selatan yang memiliki lembaga rating lebih dari satu. “Masak APBN hampir Rp 1.200 triliun, Rp 200 miliar untuk jaga moral bangsa tidak bisa,”tungkas dia.

Karenanya, kata dia, tak ada kata lain kecuali melakukan langkah preventif, korektif, dan komprehensi. Penanganan pornografi memerlukan sinergi dengan pihak terkait. Baik pemerintah ataupun lembaga swasta tak terkecuali institiusi keluarga.

Gagasan tentang pendidikan kesehatan reproduksi remaja (KRR) patut kembali dipertimbangkan guna memberikan wawasan dan warning. Muatannya disesuiakan dengan tingkat usia dan kematangan anak. “Banyak negara lakukan langkah preventif, tinggal kemauan kita saja,”kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement