Selasa 12 Apr 2011 09:24 WIB

Seluk-beluk Layanan Private Banking: Banyak Maunya, Dari Duit Sampai Soal Pribadi

Rep: Fitria Andayani/Sefti Oktarianisa/ Red: Johar Arif
Ilustrasi
Foto: leapfrogrentals.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID-Sudah bertahun-tahun, Dewi Ekawati melayani nasabah prioritas. Bagi Kepala Penjualan Konsumen Bank Bukopin ini, melayani nasabah private banking bukan hal yang mudah. ''Mereka banyak maunya, namun itu karena mereka memiliki kebutuhan perbankan yang berbeda dengan nasabah biasa'' kata Dewi kepada Republika, Senin (11/4).

Nasabah private banking memang bukan nasabah biasa. Setiap satu private banking officer bisa menangani sampai 50 nasabah prioritas yang memiliki karakteristik berbeda-beda. Misal, Dewi pernah menangani seorang istri pejabat penting. Seorang istri pejabat tentu saja ingin dilayani dengan sangat khusus. Maka, Dewi terpaksa ‘mengejar-ngejar' sang ibu agar bisa melayani kebutuhan perbankannya.

Ada juga nasabah kategori 'nakal'. Maklum, kebanyakan staf private banking adalah perempuan dan nasabahnya tentu saja kebanyakan kaum Adam. ''Banyak juga nasabah yang senang menggoda petugas bank,'' tutur Dewi.

Tetap saja mereka tetap harus dilayani dengan baik dan ramah. Staf bank harus lebih pandai dalam melayani, mampu menolak godaan dengan halus namun tegas. Bila tak mempan, saat melakukan transaksi keuangan, petugas yang digoda harus ditemani sehingga nasabah akan segan untuk mengulangi kenakalannya.

Ini penting agar jangan sampai sang nasabah nakal itu berpindah ke lain bank. Apalagi mereka bisa menjadi pintu untuk mendapatkan nasabah kelas atas baru. Kedekatan hubungan akan membuat nasabah dengan senang hati membantu staf private banking mendapatkan nasabah baru dari kolega mereka. ''Jaringan luas adalah kunci kesuksesan seorang private banking officer,'' kata Dewi.

Nasabah berkebutuhan khusus memang butuh perlakuan khusus. Sebagai staf private banking, Dewi harus bisa memahami kebutuhan nasabah spesial itu luar dalam. Maksudnya, tak hanya menjadi menjadi mitra dan penasihat investasi, tapi juga seorang teman. Intensitas pertemuan dan komunikasi yang tinggi antara nasabah dan staf private banking memang bisa mencairkan dinding formalitas antara kedua peran ini.

Nasabah dan staf private banking bisa berbicara tentang banyak hal. Tidak terbatas soal investasi, bisnis, atau penukaran dana sesuai kurs yang diminta. ''Kami bahkan bisa bicara soal hal yang lebih pribadi. Bahkan ada nasabah yang minta bantuan saya untuk mencarikan jodoh untuk anaknya,'' tutur Dewi sambil tertawa.

Meski demikian, Dewi mengingatkan, hubungan pribadi tidak boleh dicampurkan dengan profesionalitas. Hubungan yang terbangun tetap terikat oleh ketentuan serta standar operasi dan prosedur bank.

Melayani nasabah berkantong tebal ini memang tak cukup hanya di kantor bank yang sebenarnya juga menyediakan kantor dengan fasilitas khusus bagi nasabah private banking. Menurut Sari, staf private banking sebuah bank swasta ternama, membicarakan solusi keuangan di luar kantor pun dibolehkan. Namun, tentu saja ada batasannya.

''Semua transaksi keuangan harus tetap dilakukan di dalam kantor,'' kata Sari. Karena itu, jika berada di luar kantor bank, Sari dan nasabah hanya membicarakan layanan perbankan di luar konteks transaksi keuangan.

Meski nasabah berkantong tebal ini punya banyak tuntutan dan kebutuhan, secara pribadi Sari menyukai nasabah prioritas karena tidak semuanya menyebalkan.  ''Ada nasabah prioritas yang tidak macam-macam. Tidak riweuh (banyak tuntutan),'' katanya.

Bahkan tak semua nasabah kakap ini tampil sebagai orang yang kelihatan sangat kaya. Banyak juga yang kelihatan biasa-biasa saja walau tentu saja tak kelihatan melarat. Apalagi nasabah prioritas biasanya punya pengetahuan dan pengalaman yang luas dan banyak. Sari dan nasabah memang kerap berbincang-bincang di tengah transaksi keuangan diproses.

''Senang sekali mendengar cerita-cerita mereka. Mereka bisa bikin wawasan saya tambah banyak,'' ujar Sari Namun, bukan berarti nasabah biasa tidak menyenangkan. ''Mereka lebih sederhana, tidak banyak maunya.''

Kebebasan yang diberikan bank kepada nasabah khusus untuk bisa menelpon petugas bank kapan saja membuat waktu kerja staf private banking lebih panjang dibanding karyawan bank biasa. Satu lagi tuntutan tak langsungnya. Agar bisa memberikan solusi keuangan yang jelas, maka seorang staf private banking harus lebih pintar ketimbang nasabahnya. ''Harus up to date dan mampu menjelaskan segala transaksi keuangan dengan baik,'' kata Sari.

Bagaimana pun sekuat tenaga melayani, ada saja nasabah yang kurang puas. Ina, priority banking officer di sebuah bank syariah, mengaku pernah menerima keluhan bernada sindirian dari nasabah yang sebenarnya sudah dikenal dekat. ''Kena marah pasti pernah, apalagi kalau mereka mau cepat, sedangkan kita ada prosesnya,'' tutur Ina.

Bank syariah tempatnya bekerja memang belum menyediakan layanan sampai taraf private banking, baru layanan khusus untuk nasabah prioritas. Karena itu, tak ada tuntutan pelayanan di hari libur. Dia pun boleh mengalihkan pelayanan nasabah prioritas ke staf lain bila sedang berhalangan.

Bank Muamalat juga belum punya layanan private banking. Bagi nasabah berdana besar ini baru disediakan ruangan khusus di lantai lima kantor pusat Muamalat di Jakarta saja. Namun, belum belum banyak tersedianya kantor khusus untuk melayani nasabah prima Muamalat di kantor lain bisa juga merepotkan.

Head of Service Divisional Bank Muamalat Sulistiawati bercerita, tak jarang pegawai bank menerima keluhan dari nasabah karena mereka tak tahu bahwa yang dilayani adalah nasabah prima Muamalat. ''Ini terjadi pada banking officer baru. Biasanya supervisor segera datang dan menyelesaikan ini,'' ungkapnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement