REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mendesak pemerintah dan DPR RI untuk memasukkan gagasan Hak Asasi Manusi (HAM) dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Intelijen Negara. Karena, dalam kurun waktu enam tahun terakhir draft RUU Intelijen Negara banyak mengalami modifikasi format tetapi kurang dalam penegakan HAM.
Menurut Kepala Biro Penelitian Kontras, Papang Hidayat, sejatinya draft RUU itu bisa memecah masalah soal standard an fungsi intelijen.Namun, dari modifikasi terbaru atas draft RUU tersebut masih menghadirkan ruang perdebatan klasik yang tidak pernah tuntas dibahas.
“Berdasarkan draft RUU yang kita terima dari DPR, ada beberapa catatan kritis yang bisa ditinjau uang sebelum DPR RI membentuk panitia khusus RUU Intelijen Negara,” ujar Papang di kantornya, Rabu (23/3).
Menurutnya, catatan kritis itu diantaranya adalah dalam draft RUU masih menyisipkan pasal multi tafsir dan ayat-ayat pasal yang memungkinkan kewenangan khusus untuk menangkap dan menahan. Dalam draft itu dijelaskan salah satu fungsi pengamanan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terancana dan terarah untuk mencegah dan melawan stabilitas nasional. “Jika tidak dijelaskan secara ketat, maka kalimat itu akan membuka peluang tumpang tindih dengan kepolisian dan berpeluang memunculkan pelanggaran HAM,” ujarnya.
Masih dalam draft RUU tersebut, lanjut Papang, Pasal 31 Ayat (1) RUU itu disebutkan lembaga koordinasi intelijen negara memiliki wewenang khusus melakukan intersepsi komunikasi dan pemeriksaan aliran dana yang diduga kuat untuk membiayayai terorisme, sparatisme, dan ancaman kedaulatan RI. Jika kewenangan itu diterapkan, potensi ancaman kebebasan sipil akan menguat. “Makanya pemerintah dan DPR RI harus memikirkan prosedur dan mekanisme baku tentang prasyarat penyadapan tersebut,” ujarnya.
Terakhir, draft RUU itu belum memunculkan mekanisme koreksi atas kelalaian kerja intelijen. Karena, operasi intelijen berpotensi untuk menimbulkan pelanggaran HAM. Menurutnya, mekanisme koreksi itu berguna memberikan kepuasan dan jaminan non-repetisi kasus pelanggaran HAM. di masa depan.
Koordinator Kontras, Haris Azhar menambahkan, pemerintah dan DPR harus bisa memikirkan langkah-langkah strategis yang bisa ditempuh. Hal tersebut harus dilakukan untuk menutupi banyaknya titik lemah draft RUU Intelijen Negara. “Perbaikan draft menjadi sesuatu yang mutlak harus dilakukan,” ujar Haris.
Menurutnya, jika konsep RUU itu dikonsep secara tergesa-gesa maka akan menimbulkan masalah yang sama berulang kali. Nilai-nilai demokrasi, supremasi sipil, dan penegakan HAM harus menjadi patokan bersama untuk meraih praktik intelijen professional yang tunduk pada prinsip demokrasi.“Jika perangkat ini berhasil digagas dalam draft RUU, tidak mustahil masyarakat akan mendukungnya,” ujarnya.
Seperti diketahui, saat ini pemerintah dan DPR RI tengah menggodok RUU Intelijen Negara. Muncul kekhawatiran publik salah satunya akan kewenangan BIN dalam melakukan penyadapan. BIN dalam RUU itu bisa melakukan penyadapan kepada siapapun tanpa izin pengadilan. Hal inilah yang dikhawatirkan banyak pihak.