Senin 21 Mar 2011 20:25 WIB

DPR Desak Pertamina Jelaskan Perkara Depo BBM Balaraja

Kantor Pusat Pertamina
Foto: Nunu/Republika
Kantor Pusat Pertamina

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kasus Depo BBM Balaraja membuat DPR penasran. Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat, Lili Asdjudiredja, meminta PT Pertamina menjelaskan secara rinci kronologis kasus depo Bahan Bakar Minyak Pertamina di Balaraja. "Ini harus dijelaskan," katannya, di Jakarta, Senin (21/3).

Menurut Lili penjelasan sangan perlu dilakukan agar diketahui benar apakah kasus tersebut memang merugikan keuangan PT Pertamina atau tidak. Selama ini, tambahnya, telah terjadi dugaan kerugian dalam kasus tersebut.

Hal senada disampaikan, anggota komisi III DPR, Bambang Soesatyo. Ia menilai kasus depo BBM Balaraja tersebut harus diusut tuntas, mulai dari penunjukan dan pembayaran konsultan penilai, hingga mencapai 12,8 juta dolar AS.

"Darimana angka itu ? Apa dasar penggantiannya? Menurut saya, masalah depo BBM Balaraja perlu pendalaman," kata Bambang. Terkait itu, ia akan mendorong dibentuknya Panja Depo Minyak Balaraja.

Bambang menekankan penjelasan diperlukan agar tuduhan korupsi yang sempat disampaikan Jaksa Agung Basrief Arief benar-benar terkuak.

Kasus Depo BBM Pertamina Balaraja menjadi perhatian karena melibatkan dua pengusaha besar seperti Sandiaga Uno dan Edward Soeryadjaya. Perkara ini awalnya mencuat pada 1996.

Kronologis Perkara

Waktu itu, Pertamina berniat membangun Depo BBM di Balaraja, Tangerang. Dalam proyek itu, Pertamina menggandeng PT Pandanwangi Sekartaji (PWS) sebagai mitra pelaksana.

Namun, krisis menghantam pada 1998. Proyek pun batal terlaksana. Padahal, PWS sudah membeli tanah 20 hektare untuk proyek tersebut.

Untuk pengadaan tanah itu, PWS meminjam kepada perusahaan Singapura, Van Der Horst Ltd (VDHL), dan menjaminkan Sertifikat No 031 atas tanah proyek tadi. Ternyata, VDHL juga bangkrut karena terkena krisis.

Sehingga, VDHL dilelang. Pengusaha Edward Soeryadjaya memenangi lelang tersebut. Itu sebabnya, sertifikat HGB nomor 031 ada pada Edward.

PWS sendiri saat ini sudah berganti pemilik. Sejak 2006, PWS dibeli Sandiaga Uno melalui PT VDH Teguh Sakti, dari pemilik lamanya, Johnnie Hermanto dan Tri Herwanto, senilai 1,5 juta dolar AS.

Tapi, Sandiaga baru membayar US$ 650 ribu. Sandiaga juga sempat menjadi Direktur Utama PWS. Ketika proyek Depo tadi dinyatakan gagal dilaksanakan, PWS meminta ganti rugi kepada Pertamina.

Bahkan PWS berhasil menyita aset gedung dan rekening operasional BUMN migas itu dan Pertamina tidak melakukan perlawanan. Pertamina kemudian mau membayar ganti rugi US$ 12,8 juta kepada PWS.

Tapi, PWS harus melepaskan sita jaminan dan memberikan sertifikat tanah proyek tadi. Pada 10 Maret 2009, PT Pertamina membayar separuh nilai ganti rugi, sebesar 6,4 juta dolar AS kepada PWS.

Sita jaminan atas Pertamina pun dilepas. Beberapa bulan kemudian, setelah ditagih berkali-kali, barulah Sandiaga membayar kepada pemiik lama PWS. Itu pun baru 650 ribu dolar AS dan lewat cicilan walaupun Sandiaga telah menggunakan PWS untuk memperoleh pembayaran dari Pertamina sebanyak 6,4 juta dolar AS itu tadi.

Sewaktu hendak mencairkan ganti rugi tahap kedua, barulah ketahuan bahwa PWS tidak memiliki sertifikat asli atas tanah proyek itu. Yang ada pada PWS adalah sertifikat HGB nomor 032, bukan 031.

PWS  menyatakan, sertifikat 031 hilang. Edward Soeryadjaya, yang memegang sertifikat 031, protes dan mengajukan gugatan. Pertamina kemudian menunda pembayaran ganti rugi tahap kedua itu.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement