REPUBLIKA.CO.ID-Manusia lanjut usia (lansia) terlantar di negeri ini sudah menjadi hal biasa. Namun, yang mengejutkan, ditemukannya seorang nenek renta, lumpuh, dan buta, bernama Karsiyan (72 tahun), yang sudah 10 tahun berumahkan bedeng bekas kandang ayam yang kumuh di Dusun Kebondalem, Wonosalam, Demak, Jawa Tengah.
Karsiyan ditolak masuk panti jompo karena dipandang tidak bisa mengurus diri sendiri. Sebuah alasan mengada-ada. Siapa yang bertanggung atas kasus-kasus seperti ini dan masalah lansia pada umumnya? Berikut wawancara dengan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komisi Nasional Lanjut Usia (Komnas Lansia), Toni Hartono:
Bagaimana Anda melihat fenomena lansia yang terlantar?
Ada sekitar 2,7 juta lansia di Indonesia yang terlantar. Tidak seperti di negara-negara mapan, kita belum mempunyai sistem //social protection// atau //social pensions// yang diberikan kepada mereka -- non-pegawai negeri, BUMN, atau swasta -- yang tidak pernah ikut iuran pensiun. Tapi ada negera miskin yang melaksanakan iuran dana pensiun bagi rakyatnya, yaitu Bangladesh, yang memberi setara Rp 50 sampai Rp 100 per bulan per orang.
Seperti apa data lansia di Indonesia?
Indonesia salah satu yang terpesat perkembangan lansianya. Katakanlah tahun 2000, ada sekitar 14,4 juta orang lansia. Dari jumlah itu, di tahun 2020 diprediksi akan dua kali lipat menjadi 28,8 juta orang.
Tetapi kita lihat pada data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2007 jumlah lansia sudah hampir 19 juta orang. Kemudian pada akhir 2010 sudah 23 juta atau10 persen dari penduduk kita.
Di antara 23 juta itu yang terlantar sekitar 15 persennya. Mungkin sektiar 2,7 juta atau berapalah. Sebanyak 2,7 juta lansia itu termasuk yang Anda lihat, miskin terlantar, tidak punya tempat berteduh. Inilah yang memerlukan perlindungan sosial lanjut usia.
Bagaimana Anda melihat penanganan pemerintah terhadap lansia?
Sebenarnya, terobosan sudah dilakukan serta kepedulia dan komitmen pemerintah sudah cukup banyak. Kementerian Sosial (Kemensos) itu sudah menguji coba, yang namanya jaminan sosial lanjut usia dari tahun ke tahun ditingkatkan.
Tetapi, dilihat jumlah yang mendapat jaminan sosial yang mencakup 12.000 orang dibandingkan yang terlantar, sedikit sekali. Kemudian jaminan kesehatan masyarakat (jamkesmas) dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) -- barangkali tanpa bayar -- termasuk bagi lansia terlantar. Tapi jumlahnya pun sangat terbatas.
Terbitnya Undang-Undang (UU) Nomor 13/1998 tentang Kesejahteraan Lansia juga cermin bahwa pemerintah itu berupaya meningkatkan kesejahteraan lansia. Pasal 25 UU 13/1998 juga menyebutkan, dibutuhkan satu lembaga nonstrukutral untuk mengoordinasikan antara masyarakat dan pemerintah, yaitu Komnas Lansia. Tugasnya membantu presiden meningkatkan kesejahteraan lansia, dan memberikan saran dan pertimbangan tentang penyusunan kebijakan di bidang lansia.
Tetapi, hasil penelitan dan pengkajian Komnas Lansia ke daerah-daerah, menunjukan bahwa penanganan lansia belum menggembirakan, belum memuaskan, dan masih sangat terbatas.
Belum memuaskan bagaimana?
UU itu mengamanatkan, lansia mempunyai hak mendapatkan pelayanan keagaman, kemudahan, kesehatan, punya kesempatan kerja. Termasuk juga perlindungan terhadap hukum, kriminalitas, dan sebagainya.
Masalah yang disebutkan sebagai amanat UU itu belum banyak implementasinya. Itu akibat kekurangan sosialisasi, kesadaran, dan kepedulian pihak berwenang baik pemerintah maupun masyarakat.
Apakah kebijakan yang ada sekarang sudah mengakomodasi hak-hak para lansia?
Sudah terakomodasi semua, tapi koordinasi lintas sektoral dan keikutsertakan masyarakat itu kurang. Tidak bisa menjadi kekuatan yang sinergi.
Apa kendalanya?
Penanganan masalah lansia melibatkan banyak kementerian. Tetapi, kalau turun ke daerah, kadang-kadang komitmen pemerintah pusat begitu banyak dalam bentuk peraturan menteri (permen), surat edaran, tapi pelaksanaannya yang menjadi tugas pemda belum memuaskan.
Yang paling banyak (memberikan kemudahan pelayanan bagi lansia) itu Kemensos dan Kemenkes. Kementerian Pekerjaan Umum (PU) juga menerbitkan UU tentang Aksesibilitas, hal-hal yang dapat dijangkau lansia dengan mudah, misal tangga dan sebagainya.
Lalu Kementerian dalam negeri (Kemendagri) memberikan kemudahan pelayanan publik dan administrasi. Ada juga Peraturan Mendagri Nomor 60/2008 tentang Pedoman Pembentukan Komisi Daerah (Komda) Lansia dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Penanganan Lanjut Usia di Daerah. Tapi, sekali lagi, pelaksanaannya oleh daerah belum memuaskan.
Apakah dalam penanganan lansia ini pemda yang lebih banyak bermasalah?
Cukup banyak yang sudah sangat memprihatikan lansia di daerah. Adanya Komda Lansia – yang sudah terbentuk di 30 dari 33 provinsi -- tugasnya membantu gubernur mengoordinasikan peningkatakan kesejahteran serta memberikan saran dan pertimbangan tentang penyusunan kebijakan di bidang lansia. Nah, inilah yang selalu kita sampaikan pada komisi di daerah untuk menyadarkan kepala daerahnya. Tetapi, masalahnya, hanya sembilan komda lansia yang efektif bekerja.
Apa penyebab utama keterlantaran lansia?
Faktor yang menyebabkan lansia terlantar sudah jelas dari sosial ekonomi. Orang-orang kita itu, setalah usia 65 tahun, tidak mampu kerja. Mereka yang kerja di sektor informal, seperti pedagang kaki lima, tukang batu, jika sudah tua mau apa lagi? Sudah tidak mungkin. Anak-anakanya hanya mampu hidup sendiri dengan keadaan yang sangat sederhana.
Kita belum mempunyai social protection, social pensions. Social pensions adalah suatu pensiun yang diberikan kepada mereka yang tidak pernah ikut iuran pensiun, yakni non-pegawai negeri, bukan pegawai badan usaha milik negara (BUMN), atau bukan pegawai swasta yang memberikan dana pension.
Di negara yang sudah mapan, hal itu merupakan iuran pemerintah, diambil dari sekian persen anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Tapi ada negera miskin yang sudah melaksanakan itu, Bangladesh, yang memberi setara Rp 50 sampai Rp 100 per bulan per orang.
Mungkin masyarakat juga belum banyak mendengar, kalau kita punya UU Nomor 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Di situ seharusnya bagi mereka yang miskin yang tidak pernah menerima jaminan apapun, itu ada dalam salah satu pasal itu menjadi kewajiban pemerintah. Tapi realiasainya belum ada, peraturan pemerintah (PP) pun belum. Kita sampai hari ini belum punya //social pension untuk yang tidak pernah iuran.
Bagaimana sebaiknya memperlakukan lansia?
Sesuai budaya kita, agar lansia itu tetap dihormati martabatnya, upayakan agar bisa beraktivitas, jangan dimanja-manja. Apakah baca, mengetik, memelihara taman, yang penting beraktivitas. Kalau masih mungkin di kegiatan produktif itu bagus sekali. Keep active. Tentu saja kalau usia senja itu, kegiatan kerohanian tetap diutamakan.