REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-Partai Golkar dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), lantaran sikap berseberangannya, terancam terusir dari lingkar kekuasaan. Selain siap dikeluarkan dari koalisi pendukung pemerintah, para menteri kedua parpol itu pun harus siap direshuffle.
‘’Tentu parpol seperti itu tidak bisa bersama-sama lagi dalam koalisi,’’ kata pimpinan koalisi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, melalui pidato politiknya, Selasa (1/3). Presiden menilai dua partai tersebut telah melanggar 11 butir kesepakatan koalisi.
Berikut wawancara dengan Wakil Sekretaris Jenderal (Sekjen) PKS, Fahri Hamzah, menanggapi pidato ancaman dari Presiden dan manuver Demokrat dalam koalisi:
Bagaimana sikap PKS atas pidato Presiden SBY?
Selayaknya Presiden tidak berpidato seperti itu. Itu mengisyaratkan di seputar Presiden ada orang-orang yang tidak mengerti persoalaan, lalu memberikan masukan dan menyeretnya mengambil tindakan yang tidak benar. Di dalam Partai Demokrat itu juga banyak pemain yang menjerumuskan dan tidak berpikir panjang tentang SBY.
Bagaimana sebenarnya koalisi di bawah pimpinan Presiden SBY terbentuk?
Koalisi ini dibentuk melalui tahapan yang cukup serius sejak sebelum Pak SBY menjadi presiden lagi. Kemudian dibuat kesepakatan untuk memenangkan SBY. Setelah menang, dibuat kontrak koalisinya yang lebih merupakan kontrak operasional.
Itu bisa disebut piagam yang juga ada naskahnya, namun belum pernah dibaca bersama, lalu diinterpretasikan oleh masing masing. Inilah – kafrena belum pernah dibacakan bersama -- yang kemudian menyeret presiden mengambil tindakan yang tidak benar.
Anda menyesalkan pidato Presiden yang mengancam sanksi bagi PKS dan Golkar?
Seharusnya jangan dipidatokan dulu, kita duduk dulu baik-baik, kita bicara. Hasil pembicaraan kita omongkan ke publik. Kalau berpidato sepihak, itu mengesankan orang disekitar Presiden yang kemudian ngomong, ‘Pak jangan didengar orang-orang itu. Ini kan hak prerogatif Bapak’.
Tapi itu tidak bisa. Prerogatif itu untuk eksekutif, legislatif punya otoritasnya sendiri, mempunyai hak-hak kewenangannya yang istimewa, yang tidak bisa dilangkahi oleh presiden atas nama hak prerogatif.
Tentang pertemuan para elite partai itu bagaimana?
Belum ada. Itu kita tunggu.
Sebenarnya, kesalahan apa yang dilakukan PKS sehingga harus dikeluarkan dari koalisi?
Itu yang tidak jelas. Kalau karena melanggar kesepahaman, kesepahaman yang mana? Kalau kesepahaman membangun good government dalam piagam koalisi, membentuk angket pajak itu untuk membersihkan birokrasi. Itu tujuan mulia, sesuai dengan piagam koalisi. Dalam hal ini, yang seharusnya dihukum adalah partai yang tidak setuju dengan hak angket.
Jadi kita tidak akan pernah tahu, sampai beliau ngomong. Karena itu jangan membiarkan seolah-olah dia itu (Presiden) tidak mau kita ajak bersentuhan dengan persoalan. Ada di antara teman-teman, SBY harus steril, harus untouchable. Pemimpin dalam negara demokrasi tidak seperti itu. Mengajak bermusyawarah itu tugasnya dalam demokrasi. Kalau dia raja, boleh bersabda dan tidak perlu ada pertanyaan.
Kalau dasar dari Partai Demokrat bahwa PKS harus keluar dari koalisi itu apa?
Di dalam Demokrat itu banyak pemain. Pemain itu tidak berpikir panjang tentang SBY. Boleh jadi mereka ingin menjerumuskan presiden, kita tidak tahu. Ada juga yang bisik-bisik itu.
Sejauh mana peran PKS dalam koalisi?
SBY mengatakan PKS dan Demokrat adalah backbone (tulang punggung) dari koalisi. Dua partai inilah yang terbukti dalam Pemilu 2009 mengalami pertumbuhan suara, sementara yang lain penurunan suara.
Seperti apa komunikasi PKS dengan SBY?
Suasana pembicaraan dengan Pak SBY itu sangat menarik. Janji-janji membangun negara, mengakselerasi dengan cepat, tergambar dari beliau. Kalau ngomong luar biasa. Tapi tumbuh kelompok oportunis disekitarnya yang menghasut Presiden dan mengentertain dengan cara yang salah. Contoh ini membuat Presiden tidak menganggap Dewan. Seolah-olah Dewan harus patuh dengan hak prerogatif presiden.
Apakah PKS memilih untuk mundur atau menunggu dilepas oleh koalisi?
Kita serahkan kepada itikad presiden. Karena dia memulai ini semua, dia harus mengakhiri secara baik-baik. Terkait reshuffle itu hak prerogatif dia. Reshuffle itu juga mempengaruhi kepesertaan dalam koalisi. Kita juga akan menghitung kelanjutan kita.
Kita yakin betul bahwa Presiden pada dasarnya orang yang dari awal tahu komunikasi kita sudah berjalan cukup lama. Maka kita awali dengan baik dan diakhiri dengan baik pula.
Kalau toh mau diakhiri, kami tidak percaya ini akan berakhir. Kalau bisa, ya ketemu lagi dong, jangan ada keputusan sepihak. Perikatan yang perdata saja, antarsesaorang dengan orang lain, bukan untuk kepentingan negara dan publik, ngomongnya baik-baik. Masak perikatan level negara tidak mau bicara. Harus ada pembicara yang serius tentang membangun koalisi yang lebih kuat.
Menteri-menteri siapa saja yang akan diganti?
Engga tahu. Belum jelas.
Apa kerugian koalisi jika melepas PKS?
Ini ikatan jelas, mau membangun negara bersama, kepentingannya untuk pembangunan. Lebih daripada manfaatnya untuk partai. Berada dalam koalisi yang reformis buat PKS itu penting.
PKS harus mempertahankan iklim reformasi dalam koalisi. Kalau iklim itu sudah tidak tampak, agak berbahaya juga bagi PKS untuk tidak kritis.
PKS lahir bersama reformasi itu sendiri. Kalau tidak ada reformasi kita tidak punya konstituen lagi. Kalau ada yang menyimpang, harus keras.