REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA--Mendengar kabar dirinya akan digugat perwakilan Ahmadiyah, Gubernur Jawa Timur (Jatim), Soekarwo mengaku siap dan bisa menerima hal itu. Ia meminta pihak penggugat mengajukannya sesuai prosedur ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) jika tidak puas dengan keluarnya Surat Keputusan (SK) Nomor 188/94 KPTS/13/2011 tentang pelarangan aktivitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Jatim.
”Silakan (jika ingin menggugat). Indonesia itu negara demokrasi dan asal sesuai prosedur maka tidak masalah,” ujar Pakde Karwo, sapaan akrab Soekarwo, di Kantor Gubernuran, Jalan Pahlawan, Surabaya, Selasa (1/3).
Pakde Karwo mengaku heran jika Ahmadiyah akan menggugatnya, Pasalnya, sebelum SK Gubernur itu diumumkan kepada publik pihaknya sudah memberitahukannya kepada jajaran pemimpin Ahmadiyah. Apalagi saat dirinya mengajak perwakilan Ahmadiyah mendiskusikan aturan itu mereka mau menerima.
Sehingga ia merasa sudah benar dalam menjalankan prosedur hukum. “Aturan itu keluar setelah saya berbicara dengan pihak pro dan kontra terkait pelarangan aktivitas Ahmadiyah. Tapi, tidak apa-apa digugat. Inilah baiknya demokrasi di Indonesia,” terang Pakde Karwo.
Ia menegaskan jika pihaknya tak bisa membubarkan Ahmadiyah karena hal itu merupakan kewenangan penuh pemerintah pusat. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim beserta Muspida hanya melarang Ahmadiyah melakukan yang dapat diketahui masyarakat yang itu bisa berpotensi mengganggu ketertiban umum. “Ahmadiyah tidak dibubarkan, tapi tidak boleh beraktivitas. Jadi selama mereka mau shalat atau melakukan praktik riual lainnya yo monggo asal tak mengganggu ketertiban umum,” kata anggota Dewan Pembina Partai Demokrat tersebut.
Sebagaimana diketahui, Pakde Karwo mengeluarkan SK Gubernur, Senin (28/2), terkait larangan aktivitas Ahmadiyah yang mencakup empat poin. Ketentuan yang harus dipatuhi Ahmadiyah adalah, dilarang menyebarkan ajaran Ahmadiyah secara lisan, tulisan maupun melalui media elektronik, dilarang memasang papan nama organisasi jemaat ahmadiyah Indonesia (JAI) di tempat umum.
Selanjutnya, dilarang memasang papan nama pada masjid, mushola, lembaga pendidikan dan lain lain dengan identitas jemaat JAI, serta dilarang menggunakan atribut jemaat ahmadiyah Indonesia (JAI) dalam segala bentuknya. erik purnama putra