REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komis IV DPR RI yang membidangi pertanian, kehutanan, kelautan dan perikanan akan menyikapi rencana pemerintah mengimpor beras dan persoalan pangan lainnya. Sikap dan tanggapan Komisi IV akan disampaikan Ketua Komisi IV Ahmad Muqowam dan Wakil Ketua Komisi IV Firman Subagio, Herman Khaerom dan Anna Muawanah pukul 13.00 WIB dalam Forum Jumatan di Pressroom DPR RI.
Mereka akan menyampaikan berbagai persoalan terkait ketahanan pangan, impor beras dan berbagai isu lainnya serta solusi yang ditawarkan. Fraksi PKB DPR RI menyampaikan pandangan terkait beras impor dan kebijakan impor beras. Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa DPR RI Marwan Ja'far menyatakan, masalah impor beras menjadi ancaman serius kedaulatan pangan nasional.
Menurut Marwan, sebagai negara agraris, sebetulnya Indonesia sangat mudah ditanami berbagai jenis pangan. Ironisnya, kenapa harus mengimpor pangan dan mengandalkan negara lain untuk memenuhinya.
"Dalam hal ini perlu kebijakan strategis di tingkat negara, terkait dengan distribusi pangan, penanaman bibit dan jenis tanaman secara berkelanjutan untuk kebutuhan seluruh rakyat Indonesia," kata Marwan.
Sejumlah lembaga internasional menyatakan, Indonesia bakal menjadi importir beras keempat terbesar di dunia. Bahkan Departemen Pertanian Amerika Serikat memprediksi, Indonesia akan kembali mengimpor beras hingga 1,75 juta ton atau naik 800 ribu ton pada 2011.
Di tengah konsumsi yang masih sangat tinggi, produksi padi nasional pada 2011 diprediksi merosot. Perubahan iklim yang memicu serangan hama dan terus berkurangnya lahan pertanian diperkirakan bakal menyebabkan kemerosotan hasil panen hingga 30 persen.
Itu yang menjadi alasan pemerintah kembali membuka kran impor beras demi menjaga ketersediaan beras dalam negeri setelah pada 2008 dan 2009 impor beras ditiadakan. Jika pada 2010 pemerintah mengimpor 1,2 juta ton beras, maka pada 2011, impor beras diproyeksikan mencapai 1,75 juta ton. Dengan demikian, masuknya Indonesia dalam kelompok negara pengimpor beras terbesar itu akibat tingginya permintaan yang tidak seimbang dengan hasil produksi beras nasional.