REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Wakil Presiden Boediono meminta ada mekanisme penalti yang jelas untuk kementerian dan lembaga pemerintah non-departemen yang tidak berhasil menjalankan reformasi birokrasi.
"Tapi kepada mereka yang sudah menjalankan tentu harus pula menyesuaikan dengan kebijakan dan tolok ukur
baru, Perpres 81/2010," kata Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi EE Mangindaan kepada pers di Istana Wapres Jakarta, Rabu (16/2).
Hal tersebut dikatakan Menteri usai menghadiri rapat reformasi birokrasi yang dipimpin Wakil Presiden Boediono yang diikuti sejumlah menteri seperti Menkopolhukam Djoko Suyanto, Menko Kesra Agung Laksono, dan Menkeu Agus Martowardojo. Selain itu, Menteri PPN/Kepala Beppenas Armida Alisjahbana, Mensekab Dipo Alam, Kepala UKP4 Kuntoro Mangkusubroto, Anggota Wantimpres bidang Reformasi Birokrasi Ryaas Rasyid, Ketua Tim Independen Erry Ryana Hardjapamekas, Ketua Unit Pengelola Reformasi Birokrasi Nasional Ismail Mohamad, Sekjen Kemendagri Diah Anggraeni, serta Sesmensesneg Ibnu Purna.
Menurut Mangindaan, Tim Reformasi Birokrasi Nasional bersama Tim Independen dan Tim Quality Assurance akan merumuskan mekanisme penalti dan imbalan (reward and punishment) yang tepat dan sesuai dengan hasil evaluasi. Perangkat pelaksanaan Reformasi Birokrasi sudah lengkap sehingga tidak ada alasan lagi untuk tidak menjalankan program tersebut dengan baik.
"Sebagai catatan, sudah terbentuk Komite Pengarah dengan Ketua Wakil Presiden," kata Menteri yang didampingi Juru bicara Wapres Yopie Hidayat.
Untuk itu, setiap instansi dan lembaga harus menyiapkan rencana untuk mengusulkan reformasi birokrasi. Setelah itu urutan prosesnya adalah jika tidak lolos, usul kembali ke kementerian. Jika lolos proses berlanjut ke verifikasi dan kemudian dibicarakan mengenai penetapan tunjangan kinerja. "Tahap berikutnya adalah usul yang sudah lengkap dibawa ke Komite Pengarah untuk mendapatkan persetujuan," kata Mangindaan.
Jika disetujui, dilakukan penetapan dan setelah itu ada monitoring dan evaluasi serta pejaminan mutu. Saat ini sedang berlangsung proses penyusunan sembilan pedoman untuk menjalankan reformasi birokrasi. Sembilan pedoman itu adalah pertama pedoman pengajuan usul, kedua pedoman penilaian dokumen usulan, ketiga pedoman penyusunan roadmap RB di instansi dan pemda, dan keempat pedoman pelaksanaan manajemen perubahan.
Kelima kriteria dan ukuran keberhasilan reformasi birokrasi, keenam pedoman penataan tata laksana, ketujuh pedoman pelaksanaan 'quick wins', kedelapan pedoman pelaksanaan manajemen pengetahuan, dan kesembilan mekanisme persetujuan pelaksanaan reformasi birokrasi dan tunjangan kinerja. "Target finalisasi 28 Februari 2011. Pedoman ini akan menjadi pegangan seluruh instansi untuk menjalankan reformasi birokrasi," katanya.
Pedoman-pedoman ini untuk menegaskan bahwa proses reformasi birokrasi harus bermula dari perbaikan kinerja di kementerian dan lembaga yang menjalankan program. Perbaikan kinerja ini harus tercapai terlebih dulu dan setelah itu mereka bisa mendapatkan tunjangan kinerja dan perbaikan remunerasi, bukan sebaliknya.
Mangindaan mengatakan, kementerian dan lembaga yang sudah menjalankan reformasi birokrasi selama 2007/2008 adalah Kemenkeu, BPK dan MA, tahun 2009 Sekretariat Negara, Sekretariat Kabinet. 2010 adalah Kemenko Perekonomian, Bappenas, BPKP, Kemenko Polhukan, Kemenko Kesra, Kemenhan, TNI, POLRI, Kemen PAN dan Reformasi Birokrasi.
2011 prioritas utama Kejaksaan Agung dan Kemenhukham, yang merupakan penundaan dari 2010. "Berikutnya, target 2011 membahas usul-usul yang sudah masuk hingga 11 Februari 2011, ada 28 kementerian dan lembaga," kata Mangindaan.
Menteri mengatakan Wapres mengingatkan lagi tujuan reformasi birokrasi adalah meningkatkan kualitas pelayanan kepada publik dengan tolok ukur yang jelas, menghilangkan penyelewenangan dan berbagai bentuk korupsi di birokrasi, memperbaiki sistem pembuatan keputusan sehingga birokrasi menghasilkan keputusan terbaik, serta menciptakan birokrasi yang dan efisien dan efektif memakai anggaran negara.