REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR dari FPDI Perjuangan Mindo Sianipar menegaskan bahwa dalam laporan nota keuangan pemerintah disebutkan beras surplus. Selain itu ada juga kenaikan anggaran kementerian pertanian untuk mestimulan semangat petani dari tahun ke tahun. Tapi kenyataannya kontra dengan realitas saat ini.
"Petani sudah bekerja, lalu didatangkan beras dengan bea masuk nol persen. Ini jelas melukai hati petani. Kami minta jaminan pemerintah untuk membeli hasil panen petani," ujar Mindo, Rabu (9/2).
Sedangkan anggota FPDI Perjuangan lainnya, Arif Budimanta, menegaskan bahwa berdasarkan semua data yang ada tidak ada alasan untuk impor beras. Berdasarkan data BPS, untuk tahun 2011 ada surplus beras 6,84 juta ton. Belum lagi ditambah surplus hasil produksi 2010 sebesar 5,61 juta ton.
Sementara berkaitan dengan Permendag No.39/2010 tentang ketentuan impor barang jadi oleh produsen yang diberlakukan sejak 1 Januari 2011, FPDI Perjuangan menyebut Permendag itu tidak mendorong pelaku nasional untuk melakukan domestikasi proses produksi.
Dengan kata lain, pemerintah mendorong pelaku industri untuk tidak berorientasi produksi tapi berdagang saja. Menurut FPDI Perjuangan, Permendag berpotensi mendorong laju pertumbuhan impor lebih besar lagi, mengurangi neraca perdagangan, meningkatkan ketergantungan terhadap luar negeri.
"Permendag No. 39 mendorong lahirnya proses deindustrialisasi yang selama ini sudah menjadi keprihatinan kolektif kita sebagai bangsa," kata putri Megawati Soekarnoputri, Puan Maharani.
Ekses ekstrem kebijakan ini dapat menempatkan Indonesia pada posisi yang kurang menguntungkan dalam pembagian kerja regional (regional production sharing) di kawasan, tambah Puan Maharani. Atas dasar inilah, maka FPDI Perjuangan meminta Pemerintah untuk segera melakukan revisi Permendag tersebut.