Ahad 06 Feb 2011 15:48 WIB

Anggota DPR Pengusir Bibit-Chandra Perlu Sanksi BK

Rep: M Ikhsan Shiddieqy/ Red: Djibril Muhammad
Chandra M Hamzah dan Bibit S Rianto
Chandra M Hamzah dan Bibit S Rianto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Badan Kehormatan DPR perlu segera menjatuhkan sanksi kepada para anggota DPR yang menolak kehadiran pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah, dalam rapat di Komisi III DPR. Pengusiran itu dinilai tidak etis dan beraroma barter politik.

Hal itu disampaikan Wakil Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Alvon Kurnia Palma, Ahad (6/2). "Kami akan melaporkan mereka ke Badan Kehormatan besok (Senin, 7/2) siang," ujar Alvon menegaskan. Setelah pelaporan, BK diharap memberikan sanksi tegas kepada anggota DPR itu.

"Salah satu tugas DPR memang melakukan pengawasan, sehingga berhak memanggil lembaga negara," kata Alvon. Namun, pemanggilan itu tetap harus menggunakan norma dalam hubungan antarlembaga negara. DPR harus menghormati KPK sebagai lembaga negara, sehingga pengusiran Bibit dan Chandra menunjukkan DPR memperlakukan KPK secara tak hormat.

"Penolakan Bibit dan Chandra itu tidak etis," kata Alvon. Meski status hukum keduanya masih menjadi perdebatan, namun dalam hubungan antarlembaga negara maka penolakan terhadap Bibit dan Chandra tak dibenarkan. Lagi pula, pimpinan KPK itu kolektif kolegial, jadi tetap harus dihadiri Bibit dan Chandra dalam rapat-rapat, termasuk dengan Komisi III.

Alvon menegaskan, anggota DPR yang menolak Bibit dan Chandra jelas telah mempolitisasi kasus-kasus yang ditangani KPK, di antaranya Century dan pemilihan Deputi Gubernur Bank Indonesia. "Tidak tepat dan kebablasan kalau DPR mengaitkan kehadiran Bibit dan Chandra dengan kasus-kasus itu," katanya.

Alvon memberi catatan, Nudirman Munir harus keluar terlebih dahulu dari BK dalam menangani laporan pengusiran Bibit dan Chandra ini. Hal itu karena Nudirman merupakan salah satu anggota DPR yang menolak Bibit dan Chandra sekaligus juga anggota BK. "Supaya tidak ada konflik kepentingan," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement