REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua tim pemburu aset koruptor, Darmono, mengaku tengah menyusun rencana pertemuan dengan Bank Dunia di Indonesia. Pertemuan tersebut, ungkap Darmono, dilakukan untuk melobi Bank Dunia agar dapat merekomendasikan kepada Bank Swis bahwa aset Century adalah benar hasil pidana.
"Katakanlah bisa memberikan peranan, masukan dan jalan keluar kepada pihak Bank Swiss, (Bank Dunia) bisa memberikan rekomendasi bahwa ini memang benar uang hasil kejahatan," ujar Darmono kepada wartawan di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (2/1). Menurutnya, pihaknya akan membicarakan lokasi yang tepat untuk pertemuan tersebut.
Untuk saat ini, Darmono menjelaskan pemerintah sedang mengupayakan pengembalian aset dengan gugatan perdata melalui Bank Mutiara. "kalau upaya MLA berhasil (atas rekomendasi Bank Dunia), Bank Mutiara tidak perlu jalankan upaya-upaya itu. Semuanya akan kita upayakan supaya bisa jalan,"jelasnya.
Darmono pun meminta masyarakat tidak perlu khawatir atas upaya perdata yang dilakukan oleh Bank Mutiara tersebut. Jika gugatan Bank Mutiara dikabulkan, ungkapnya, pengembalian tersebut nantinya merupakan hak negara.
Karena pemerintah pernah memberikan dana bail out kepada Bank Century, ujarnya, maka dari aset tersebut akan dipertanggungjawabkan sebagai aset negara. "Penutupan dari kerugian negara nanti dari mekanisme yang ada bisa dipertanggungjawabkan sebagai upaya pengembalian uang negara,"pungkasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, pemerintah masih memburu aset Bank Century yang berada di Swiss dan Hongkong. Untuk aset di Swiss atas nama Telltop Holding Limited sebesar 155 juta Dollar AS atau sekitar Rp 1,55 triliun. Sedangkan aset di Hongkong atas nama Hesham dan Raffat berjumlah total sekitar Rp 10,5 triliun.
Untuk perburuan aset di Swis, Bank Mutiara tengah mengajukan gugatan perdata. Pasalnya, ungkap Darmono, terdapat perbedaan pandangan hukum antara Pemerintah Swis dengan Pemerintah Indonesia. Jika di Indonesia Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan aset itu merupakan hasil pidana, maka Pengadilan Swis memandang bukan pidana. Pasalnya, perbuatan Hesyam-Refat dinilai merupakan masalah perdata.