REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN - Puluhan kepala keluarga korban bencana erupsi Gunung Merapi di Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman yang rumahnya hancur terpaksa membangun "shelter" secara mandiri. Pasalnya pemerintah dianggap lamban dalam membangun hunian sementara ini.
"Sejak pulang dari barak pengungsian, kami kemudian tinggal di barak desa sambil menunggu pembangunan 'shelter' dari pemerintah selesai. Namun karena sampai saat ini tidak ada kejelasan kapan 'shelter' tersebut akan rampung maka kami terpaksa membangun 'shelter' secara mandiri di lahan sendiri," kata Banu Hartoyo warga Manggong, Kepuharjo, Senin.
Menurut dia, sejumlah warga korban bencana erupsi Merapi mengaku kecewa dengan pemerintah atas lambatnya pembangunan shelter. "Dulu kami usul pada pemerintah agar warga yang punya lahan dibuatkan 'shelter' di lahan mereka, namun ternyata usul tidak didengarkan, akhirnya saya dan warga lain membangun 'shelter' secara mandiri di atas lahan kami ini," katanya.
Ia mengatakan, pemerintah juga pernah menjanjikan pembangunan shelter akan selesai pada Januari. Namun, ternyata hingga penghujung bulan ini masih banyak shelter yang belum jadi.
"Kami ini sudah bosan tinggal di barak pengungsian, kami ingin hidup layak karena sudah lebih tiga bulan kami tinggal di barak dan beberapa kali harus pindah barak," katanya.
Banu mengatakan, pembangunan shelter mandiri ini sesuai kemampuan masing-masing warga.TTotal biaya untuk membangun shelter mencapai Rp10 juta dengan ukuran luas 6 X 6 meter, beruntung semua bahan saya ambil dari miliknya sendiri, batakonya juga bikin sendiri, sehingga pengeluaran yang banyak di perabotan sama bayar tukang," katanya.
Kepala Desa Kepuharjo Heri Suprapto, tidak mempermasalahkan warganya yang membangun secara mandiri. "Shelter tersebut berada di atas tanah sendiri serta berada di luar kawasan rawan bencana. Mungkin warga kami ini sudah bosan di pengungsian," katanya.
Ia mengatakan, warga yang sudah membangun shelter mandiri ini belum juga dialiri listrik kendati sudah mendaftar.
"Mereka hanya menggunakan lampu minyak tanah untuk penerangan rumah, kami harapkan instansi terkait yakni PLN dapat membantu agar shelter mandiri tersebut segera dialiri listrik," katanya.
Ia mengatakan, warga Desa Kepuharjo yang sudah membangun shelter mandiri berjumlah 19 orang.