REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Fraksi PKS DPR RI mendesak Menteri Perhubungan, Freddy Numbery, mengundurkan diri setelah ia dinilai gagal membenahi sarana transportasi massal, Jika tidak, kata Sekretaris FPKS DPR, Abdul Hakim, di Gedung DPR Jakarta, Jumat (28/1), fraksi-fraksi di DPR akan menggalang dukungan usulan hak angket atas kelalaian pemerintah mengimplementasi UU No.23/2007 tentang Perkeretaapian dan UU No.17/2008 tentang Pelayaran.
Dikatakannya bahwa dua musibah tabrakan Kereta Api (KA) Mutiara Selatan jurusan Bandung-Surabaya dengan KA Kutojaya jurusan Bandung-Purwokerto serta kebakaran KM Laut Teduh II yang terjadi Jum?at (28/1) dinihari ini merupakan bukti ketidakmampuan menteri dan jajarannya membenahi transportasi massal.
Menhub saat ini telah dianggap lalai dalam mengimplementasikan UU Perkeretaapian dan Pelayaran. "Sudah berulang kali kami sampaikan kepada pemerintah melalui Menhub agar segera membenahi transportasi massal kita mulai dari angkutan darat, laut, udara dan kereta api. Tapi, desakan itu hampir tidak pernah direalisasikan dalam bentuk langkah konkret seperti yang diamanatkan dalam 4 UU transportasi yang sudah disahkan DPR," katanya.
Yang terkesan justru pemerintah sengaja membiarkan operator-operator ini jalan sendiri tanpa pengawasan dan pembinaan, katanya. Berdasarkan 4 UU transportasi tentang Lalu Lintas Angkatan Jalan (LLAJ), Perkeretaapian, Pelayaran dan Penerbangan, pemerintah memiliki peran sebagai regulator yang bertugas melakukan pembinaan terhadap operator dan penyelenggaraan transportasi massal. Namun, tugas yang diamanatkan itu tidak dijalankan dengan baik.
"Tabrakan kereta api Mutiara-Kutojaya dan kebakaran KM Laut Teduh II adalah bukti ketidakberdayaan pemerintah untuk melakukan fungsi pengawasan terhadap penyelenggaraan perkeretaapian dan pelayaran. Jika sarana dan prasarananya memang laik, tentu musibah ini bisa dihindari," Kata Hakim.
Bukti lain, ia menambahkan, regulator dan operator di pelabuhan Merak kerap melanggar aturan keselamatan pelayaran. Hakim mengaku telah mewawancarai sejumlah operator kapal dan mendapati bahwa sejumlah ketentuan keselamatan pelayaran seperti data manifest, kelaikan kapal dan kelebihan muatan kerap dilanggar operator dengan seijin syahbandar, sebagai wakil pemerintah di Pelabuhan.
"Banyak nahkoda kapal yang melayani penyeberangan Merak-Bakauheni yang mengeluhkan longgarnya pengawasan kelaikan kapal. Mereka mengaku kerap dipaksa membawa kapal meski kondisi sebenarnya kapal tidak laik karena salah satu mesinnya mati," ujarnya.
Muatan penumpang dan mobil juga kerap melebihi kapasitas dan hal itu menjadi lumrah saat hari-hari besar. Selain itu, operasional pelayaran di Pelabuhan Bakauheni-Merak tidak pernah dilengkapi dengan manifes penumpang. "Surat izin pelayaran (SIP) yang dikeluarkan adpel hanya berisi manifes fiktif. Alasannya waktu pelayanan sandar yang hanya satu jam tidak memungkinkan untuk melengkapi manifest penumpang," katanya.
Terkait dengan kondisi itu, FPKS berniat menggagas hak angket jika pemerintah tidak mampu memperbaiki pelayanan dan keselamatan transportasi massal dalam waktu singkat, termasuk pelaksanaan UU transportasi. "Kami menilai pemerintah telah lalai dalam mengimplementasi UU transportasi khususnya UU Perekeretaapian dan Pelayaran. Jika hal ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin kami akan menggalang dukungan untuk mengajukan hak angket atas kelalaian pemerintah mengimplementasikan UU transportasi sehingga menyebabkan banyaknya kecelakaan," katanya.