REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Gerakan pengumpulan koin untuk menambah gaji Presiden semakin meningkat di dunia maya. Menurut pengamat politik Fadjroel Rachman, hal itu membuktikan bahwa legitimasi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono semakin lemah.
"Keinginan naik gaji ini membuat legitimasi Presiden makin minus. Artinya, rezim memiliki legitimasi moral yang rendah, sehingga publik melawan," kata Fadjroel, Rabu (26/1).
Sebenarnya, ujar dia, legitimasi SBY sudah berada di titik terendah ketika para pemuka agama mengatakan bahwa rezim SBY adalah rezim. "Itu adalah titik terendah dari legitimasi moral SBY," kata Fadjroel. Ironisnya, suara pemuka agama itu tidak dibalas dengan prestasi, tapi menginginkan gaji.
"Legitimasi yang rendah seharusnya dibalas dengan kinerja," katanya. Fadjroel mengatakan, hanya dua presiden RI yang pernah menyinggung soal gaji, yakni Soeharto dan SBY. Dengan adanya gerakan pengumpulan koin di jejaring sosial, Fadjroel menilai itu adalah bukti bahwa gerakan ini sudah didukung berbagai elemen masyrakat.
Menurut Fadjroel, sebagian besar masyarakat Indonesia masih menilai jabatan publik merupakan pengabdian. "Ketika SBY menyinggung gaji, masyrakat menilai bahwa yang dihadapi ini bukan pengabdian, tapi pencari kerja," kata Fadjroel.
Meski demikian, ujar dia, SBY sebenarnya bisa membalik keadaan dan mendapat dukungan masyarakat yang berlipat ketika dia berani mengatakan bahwa dirinya tidak membutuhkan kenaikan gaji. "SBY harus berani bilang, saya tidak perlu digaji 3-4 tahun ke depan. Atau, saya akan serahkan seluruh gaji saya bagi masyarakat tak mampu," katanya.