REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) Bukhori Yusuf menilai sektor pengadaan barang merupakan bagian yang rawan terjadinya tindak pidana korupsi, sehingga harus diawasi secara ketat. Siaran pers Humas Fraksi PKS di Jakarta, Selasa (24/1), menyatakan kasus korupsi di sektor pengadaan barang dan jasa harus diusut tuntas, karena sebagian kasus korupsi memang berawal dari sektor itu, dan tidak ada pengawasan ketat sehingga mafia proyek leluasa bergerak.
Pernyataan politisi PKS itu berkaitan dengan laporan pemberantasan korupsi dari Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (PUKAT UGM) tahun 2010 bertema "Refleksi Pemberantasan Korupsi, 2010-2011 Tahun Tanpa Makna", yang salah satu poin pentingnya adalah tentang sektor pengadaan yang paling sering dijadikan ajang korupsi, kolusi dan nepotisme.
Menurut Buchori paling tidak terdapat tiga titik rawan yang memicu seseorang untuk melakukan tindak pidana korupsi, pertama proses tender. Setiap pengadaan barang dan jasa, katanya, haruslah melewati pintu tender terlebih dahulu. "Pertanyaannya, adakah tender yang transparan saat ini? Jawabannya, tidak ada, semua sudah ada yang atur," kata anggota Komisi III DPR bidang hukum dan keamanan itu.
Kedua, lanjut dia, indikasinya ada pada pengadaan barang dan jasa di mana sering terjadi praktik kolusi antara pengusaha dan penguasa, sehingga pada poin ini sering terjadi 'mark up' alias penggelembungan harga. "Misalnya, pengusaha dari asosiasi tertentu bernegosiasi dengan penguasa untuk barang tertentu. Harga asli barang itu misalnya Rp 10, tapi dijual dengan harga Rp 15. Nanti keuntungannya yang lima rupiah itu di-bagi dua antara pengusaha dan penguasa tadi," katanya mencontohkan.
Ketiga, katanya, tidak ada kontrol yang ketat dari pemerintah selaku pengawas pengadaan barang dan jasa tersebut. Hasilnya, sektor ini kerap dikorupsi. "Begitu banyak pengadaan barang dan jasa saat ini, tetapi dimana mekanisme pengawasannya? Pemerintah hanya mengutus Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk membuat laporan audit investigatif, tapi tidak terjun langsung ke lapangan. Ini sama saja bohong," tambahnya.
Anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan (Dapil) Sumsel II ini mencontohkan, pada proyek pembuatan jalan raya di suatu daerah. Jika proyek ini dijalankan tanpa pengawasan yang kuat dan ketat maka akan leluasa disalahgunakan. "Bisa bahan bakunya dikurangi, yang seharusnya memakai semen 10 sak, menjadi 8 sak saja. Kemudian, yang seharusnya menggunakan batu kualitas nomor satu, menjadi nomor dua," katanya.
Secara khusus Bukhori mengapresiasi laporan yang telah dilansir PUKAT UGM. Menurutnya, dengan laporan ini, masyarakat akan lebih kritis dalam menanggapi suatu permasalahan. "Tentunya kita beri motivasi dan apresiasi semua elemen untuk ikut mengontrol jalannya roda pemerintahan. Dengan begitu, akan terbukti apakah agenda pemerintah tentang pemberantasan korupsi sampai ke akarnya akan terwujud, atau hanya wacana saja," tutup Buchori.