Senin 24 Jan 2011 14:48 WIB

'Sebut Pemerintah Bohong tak Ada Kesalehan Agama, Tapi Bahasa Politik'

Arbi Sanit
Arbi Sanit

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kritikan yang disampaikan para tokoh lintas agama terkait kebohongan yang dilakukan pemerintah SBY-Boediono dinilai sah-sah saja untuk dilakukan. Namun, mengigat latar belakang para pengkritik, seyogyanya para penjara moral tersebut tidak menggunakan bahasa dan tindakan politik dalam melancarkan kritikan.

"Sebagai tokoh agama atau ulama jangan menggunakan bahasa-bahasa atau tindakan politik dalam mengingatkan pemerintah, karena politik dan agama dilekatkan menjadi pemecah belah yang kuat," ujar Pengamat Politik Universitas Indonesia Arbi Sanit di Jakarta, Senin (24/1).

Kritik para pemuka lintas agama yang menyatakan kebohongan kepada pemerintah, menurut dia, lebih menampakkan bahasa-bahasa politik. "Kepada penguasa dibilang bohong itu kan tidak ada kesalehan agama di situ. Itu lebih merupakan bahasa politik," katanya.

Saat ini, ia menambahkan, banyak juga tokoh agama yang telah masuk ke dalam politik. Sehingga bahasa-bahasa politik lebih banyak digunakan dalam mengingatkan pemerintah. "Jadi tumpang tindih, dan lebih kuat muatan politiknya," katanya.

Ia mengatakan, seusai reformasi banyak ulama dan tokoh agama yang terseret ke dalam politik terutama semenjak Gus Dur menjadi Presiden. "Inikan sebenarnya kelanjutan dari jaman Gus Dur, dulu para kyiai terjadi dukung mendukung terhadap Gus Dur saat menjadi Presiden, tapi saat ini situasinya berbalik," katanya.

Sementara itu, ia menambahkan, saat ini juga dirasakan menguatnya politik aliran primordial, terutama suku dan agama. Penguatan politik aliran tersebut, menurut dia, sangat terasa saat pemilihan kepala daerah yang sangat menonjolkan suku dan agama dalam kampanyenya. "Saya kira ini kemunduran ideologi," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement