Kamis 20 Jan 2011 15:22 WIB

Kaum Muda Siap Kawal Gerakan Moral Para Tokoh Agama

Sejak ada berita tentang kebohongan pemerintah yang dilontarkan oleh tokoh agama, gerakan-gerakan mengkritisi hal tersebut bermunculan, seperti Arus (Aliansi Rakyat Pendukung SBY) dan Gadis (Gerakan Anti Din Syamsuddin). Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddi
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Sejak ada berita tentang kebohongan pemerintah yang dilontarkan oleh tokoh agama, gerakan-gerakan mengkritisi hal tersebut bermunculan, seperti Arus (Aliansi Rakyat Pendukung SBY) dan Gadis (Gerakan Anti Din Syamsuddin). Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Sebanyak sembilah elemen pergerakan mahasiswa dan pemuda sepakat mengawal gerakan moral para tokoh lintas agama yang menilai Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono telah melakukan 18 kebohongan.

"Terima kasih kepada para ulama, kyai, pendeta, biksu, dan para tokoh yang sudah menjalankan tugas pelayanannya dengan menyuarakan hati nurani rakyat Indonesia," ungkap salah satu Ketua Presidium DPP Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Stefanus Gusma atas nama ke-9 elemen pemuda di Jakarta, Kamis.

Ke-9 elemen yang tergabung dalam Pergerakan Pelajar, Mahasiswa dan Kaum Muda Indonesia (PPMKMI) ini mendeklarasikan sebuah gerakan moral bertajuk "Perubahan Harus Terjadi Sekarang" yang dicetuskan di Kompleks Margasiswa (Sekretaris Presidium PMKRI), Jalan Sam Ratulangi, Menteng, Jakarta Pusat.

Bagi mereka, langkah profetik para Tokoh Lintas Agama (TLA) merupakan pelita bagi perjuangan mengawal cita-cita bangsa. "Cita-cita utamanya, adalah ...'Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan," ujarnya.

Alinea pertama dari Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 itu, menurut mereka, jelas sekali menyatakan, demi kemanusiaan dan keadilan, penjajahan dalam segala bentuknya harus dilawan.

"Dan itu harus dilakukan dengan perlawanan untuk merebutnya, sebagaimana dilakukan para pahlawan bangsa ini. Sebab tanpa perlawanan, penjajahan tidak mungkin terhapuskan," tegasnya.

PPMKMI berpendapat pula, Indonesia secara 'de jure' merdeka sejak tanggal 17 Agustus 1945, namun sesungguhnya secara 'de facto' belum merdeka. "Pasalnya, penjajahan ekonomi masih dilakukan oleh kaum pemodal (asing dan dalam negeri)," ujarnya.

Pada bagian lain, Stefanus Gusma  mengingatkan para tokoh agama yang telah menyuarakan amanat penderitaan rakyat agar waspada terhadap segala usaha kompromi dan kooptasi oleh penguasa.

"Ingat, sejarah dunia juga diwarnai oleh lembaran-lembaran pengkhianatan kaum agamawan yang berselingkuh dengan kekuasaan. Oleh karena itu, berhati-hatilah! Kami kaum pelajar, mahasiswa dan pemuda akan selalu mengawal perjuangan ini," tandasnya.

Mereka juga mengingatkan untuk jangan lengah menghadapi akal bulus setiap antek asing yang diduga telah juga merasuk relung-relung elite birokrasi maupun politik di Indonesia.

"Mereka semua telah mengkhianati rakyat dengan berkali-kali melakukan pembohongan. Mereka telah berkhianat dengan mengatakan Indonesia sejahtera sementara sesungguhnya rakyat menderita," tandasnya.

Selain itu, lanjutnya, mereka juga berbohong mengenai kampanye pemberantasan korupsi, padahal sesungguhnya tindak pidana korupsi makin merajalela. "Buktinya,  megaskandal Bank Century sampai saat ini tak ada penyelesaiannya. Alih-alih memperbaiki negeri, setelah kesempatan satu periode, rezim sekarang malah mengkhianati dengan tidak membela kepentingan rakyat, tapi justru malah mengorbankannya," ungkap mereka.

Karena itu, PPMKI menyerukan kepada rakyat mesti melawan semua bentuk penjajahan gaya baru sekarang ini. "Perlawanan musti dilakukan secara semesta, seluruh elemen bangsa Indonesia harus bersatu, bergerak bersama-sama menyingkirkan kaum penindas dan pengkhianat," tegasnya.

Selanjutnya, PPMKMI juga mengundang elemen-elemen masyarakat lainnya untuk bergabung dalam barisan perjuangan ini.

"Bersama ini kami mengundang seluruh elemen bangsa, termasuk kaum profesional, petani, budayawan, purnawirawan dan tentara untuk bersama-sama mendorong percepatan perubahan ini.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement