Rabu 19 Jan 2011 19:41 WIB

KPK Usut Asal Usul Uang Gayus Rp 28 Miliar

Rep: muhamad hafil/ Red: taufik rachman

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK ) akan menganalisis tentang kepemilikan uang Gayus sebesar Rp 28 miliar yang diduga merupakan hasil perbuatan korupsi.  KPK akan menelusuri informasi tersebut dengan mengumpulkan bahan-bahan untuk dijadikan barang bukti.

Menurut Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan, Bibit S Rianto, apapun faktanya terkait tentang Gayus, KPK harus melakukan kajian secara mendalam. Namun,  ia mengatakan bahwa kepemilikan uang sebesar itu yang diduga berasal dari hasil korupsi itu hanya dampak dari sistem perpajakan yang membuka peluang munculnya tindak pidana korupsi. “Makanya sistem perpajakan itu harus diperbaiki,” kata Bibit saat dihubungi Republika, Rabu (19/1).

Menurutnya, kasus Gayus itu hanya salah satu contoh buruknya sistem perpajakan di Indonesia. Ia yakin, masih banyak Gayus-Gayus lainnya yang akan muncul jika sistem perpajakan tidak segera diperbaiki.  Namun, Bibit tidak menjelaskan seperti apa buruknya sistem perpajakan di Indonesia.

Oleh karena itu, lanjut Bibit, KPK yang mempunyai tugas untuk monitoring dan audit terhadap sistem administrasi negara di Indonesia akan melakukan hal tersebut. Tujuannya, peluang munculnya tindak pidana korupsi tidak lagi terjadi pada sistem administrasi di Indonesia.

Seperti diberitakan, Majelis Hakim yang menangangi perkara Gayus mengatakan uang Rp 28 miliar yang dimiliki Gayus diduga berasal dari tindak pidana korupsi. Namun, kepemilikan uang tersebut tidak masuk dalam perkara yang sedang ditangani saat ini dan perlu dibuktikan pada perkara lain.  

Gayus sendiri divonis vonis pidana kurungan tujuh tahun dan denda Rp 300 juta. Karena Gayus terbukti bersalah pada kasus korupsi pajak yang merugikan negara, dalam kasus pajak PT SAT,  

Sementara itu, Praktisi Hukum Bambang Widjojanto sepakat KPK melakukan monitoring dan membenahi sistem perpajakan. Karena, masalah Gayus itu adalah masalah sistemik pada sistem perpajakan yang terdapat peluang untuk melakukan tindak pidana korupsi.

“Itu kewajiban KPK untuk melakukan monitoring dan audit sistem perpajakan, termasuk Dirjen pajaknya,” kata Bambang yang ditemui di Gedung KPK, Rabu (19/1).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement