REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Inisiator tokoh lintas agama Din Syamsuddin mengatakan, pertemuan Presiden dengan tokoh lintas agama di Istana Negara, Jakarta, Senin (17/1) malam normatif dan belum mencapai subtansinya. "Pertemuan tadi malam saya sebut hangat, terbuka, tetapi belum subtantif," kata Din yang juga Ketua Pusat Dialog dan Kerjasama antar-Peradaban (CDCC) kepada wartawan di Jakarta, Selasa (18/1).
Menurut Din, pertemuan tersebut diibaratkan masih di pintu gerbang, dengan demikian, pihaknya mengapresiasi adanya dialog lanjutan. Ia juga mengingatkan agar gerakan moral para tokoh lintas agama tidak dikaitkan dengan gerakan politik dan tidak dimaksudkan ke arah pemakzulan Presiden.
"Kami justru tidak setuju dengan tradisi jatuh bangun Pemerintah. Kami menilai pemerintah yang berganti-ganti tidak baik. Jadi, jangan dikaitkan dengan politik," katanya.
Menurut dia, gerakan moral para tokoh lintas agama sudah dilakukan sejak lama dan tak akan berhenti. Dalam Islam terkait dengan "Amar ma'ruf nahi munkar" dengan tujuan ke arah perbaikan. Ia juga mengingatkan, bahwa gerakan moral tokoh lintas agama tidak asal bicara, karena didukung oleh Badan Pekerja sekitar 65 lembaga masyarakat madani yang punya keahlian di bidang masing-masing.
"Dengan demikian kami mampu memberi data akurat, baik soal korupsi, kemiskinan, pengangguran, hingga utang luar negeri. Tidak asal omong tapi dasarnya data dan fakta," katanya.
Menurut dia, ketika bicara soal kemiskinan pemerintah jangan hanya menyebut angka dan menyebut tentang keberhasilan dalam mengurangi kemiskinan, tapi lihat bahwa memang benar banyak rakyat miskin. "Lihatlah secara kualitatif juga, jangan hanya bicara kuantitatif. Banyak rakyat susah cari makan dan hanya makan tiwul," katanya.
Pertemuan di Istana Negara, Jakarta, Senin malam dihadiri antara lain Din Syamsuddin, Ketua Persatuan Gereja Indonesia (PGI) Andreas Yewangoe, tokoh Katolik Franz Magnis Suseno, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma`ruf Amin, Ketua Umum Walubi Hartati Murdaya, serta tokoh Konghucu Budi Tanoewibowo.