Jumat 14 Jan 2011 03:27 WIB

Putusan MK Muluskan Jalan DPR untuk Sampaikan Pendapat Soal Century

Sidang Mahkamah Konstitusi
Foto: Edwin/Republika
Sidang Mahkamah Konstitusi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Sejumlah anggota DPR pemrakarsa panitia angket Century memuji putusan MK yang mengabulkan uji material UU MD3 (UU MPR, DPR DPD dan DPRD) tentang hak menyatakan pendapat. Mereka pun siap melanjutkan penuntasan kasus Bank Century di DPR .

"Kita sangat bersyukur, gugatan kami diterima MK, yakni gugatan tentang UU MD3. Ini (Keputusan MK) adalah sebuah oase ditengah masa di mana DPR didera dengan kritik-kritik yang sangat negatif. Mudah-mudahan bisa menjadi penyemangat bagi kita untuk menjalankan tugas-tugas kita terutama pengawasan," kata anggota FPKB, Lily Chadijah Wahid, kepada pers di ruang wartawan DPR Jakarta, Kamis (13/1).

Lily Wahid menegaskan pihaknya berterima kasih kepada MK yang sangat tanggap atas kebutuhan keadilan dalam menerapkan UU tentang hak menyatakan pendapat ini. Kalau usulan itu tidak dipenuhi oleh MK, katanya, maka sulit membayangkan bagaimana pemerintah yang kian jelas korup dari hari ke hari justru tak mudah diawasi.

"Rasa keadilan itu tetap terusik. Belum selesai dengan kasus Century, ada lagi masalah IPO KS. Uang Rp1,2 triliun dalam penjualan sehari yang seharusnya bisa menjadi milik dari BUMN, menguap, untuk siapa tidak tahu," ujarnya.

Ia mengemukakan pengabulan gugatan sejumlah anggota DPR oleh MK itu, menjadi sebuah peluang untuk mengawasi kinerja pemerintah selanjutnya. Walaupun, ia mengatakan untuk saat ini penanganan kasus Century bisa dikatakan berangkat dari nol lagi.

Selesaikan

Ditempat yang sama, anggota DPR dari Fraksi Hanura Akbar Faisal mengingatkan pemerintah untuk betul-betul menyelesaikan kasus ini. "Memang ada yang menyatakan bahwa DPR tidak bisa lagi mengajukan hak menyatakan pendapat dalam kasus ini, karena sudah melewati paripurna," ujarnya.

Tetapi masih terbuka pintu yang lain. Sejumlah anggota DPR sudah menyerahkan uji materi UU MD3 ke MK ketika para penegak hukum itu (kejaksaan, kepolisian dan juga KPK) sedang mencoba melakukan "akrobatik" hukum.

"Mereka mencoba melakukan penyelidikan yang diluar dan tidak senafas dan sebangun dengan apa yang diminta oleh pansus Century seperti KPK yang tiba-tiba memeriksa orang-orang di luar dari rekomendasi dan format Pansus Century itu sendiri," katanya.

Sedangkan anggota DPR dari FPG Bambang Soesatyo mengatakan bahwa keputusan MK itu menjadi satu titik terang ketika proses penyelesaian kasus Bank Century di ranah hukum sudah sangat berlarut-larut.

"Kasus bank Century ini hampir setengah tahun lebih tidak selesai. KPK memble. Kejaksaan dan Kepolisian apalagi, ini ada titik jalan terang baru yang dibuat oleh keputusan MK," ujarnya.

Ia menegaskan bahw di masa lalu ada halangan dari tirani mayoritas. Untuk mencapai kuorum, bila satu partai terbesar tidak hadir, maka otomatis DPR tidak bisa hak menyatakan pendapat. Namun kini dengan adanya keputusan MK yang mencabut pasal 184 ayat (4) maka jalan itu terbuka lebar.

Beberapa anggota DPR di antaranya Lily Wahid, Bambang Soesatyo, dan Akbar Faisal mengajukan uji materi Pasal 184 ayat (4) UU MD3. Pasal itu menentukan hak menyatakan pendapat harus mendapat persetujuan 3/4 dari jumlah keseluruhan anggota DPR dalam rapat paripurna DPR dan keputusannya minimal 3/4 dari jumlah anggota DPR yang hadir.

Pasal itu dianggap bertentangan dengan Pasal 7B ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan usul pemberhentian presiden dan wakil presiden ke MK harus memperoleh 2/3 dukungan dari jumlah anggota DPR yang hadir. Pasal 184 ayat (4) dinilai memunculkan penambahan syarat kuorum dari 2/3 menjadi 3/4 karena akan lebih mempersulit pelaksanaan hak menyatakan pendapat khususnya hak usul pemberhentian presiden dan wakil presiden ke MK.

Mahkamah menyatakan Pasal 184 ayat (4) UU MD3 mengatur semua jenis hak menyatakan pendapat baik berdasarkan Pasal 20A UUD 1945 (lex generalis) maupun Pasal 7A dan Pasal 7B UUD 1945 (lex specialis).

Semua jenis hak itu mencakup hak DPR untuk menyatakan pendapat atas kebijakan pemerintah, kejadian luar biasa, tindak lanjut hak interpelasi dan hak angket, serta dugaan presiden dan/atau wakil presiden melakukan pelanggaran hukum.

sumber : Ant
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement