REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pendiri Ma'arif Institute, Ahmad Syafii Ma'arif, mengatakan, percuma gembar-gembor pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,8 persen kalau rakyat tetap menderita. "Untuk apa semua itu karena rakyat kecil tidak merasakan keadilan dari pertumbuhan ekonomi tersebut. Pancasila dan UUD 1945 sangat pro anti kemiskinan," tuturnya, dalam acara Pernyataan Publik Tokoh Lintas Agama "Pencanangan Tahun Perlawanan Terhadap Kebohongan; Pengkhianatan Harus Dihentikan" di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, Senin.
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu menambahkan, pemerintah mulai dari Presiden hingga kepala desa harus mendengar kritikan dari masyarakat. "Telinganya harus dibuka untuk mendengar aspirasi rakyat. Jangan ditutupi telinganya," katanya.
Ia melihat, kerapuhan tengah mengepung bangsa Indonesia di semua bidang, seperti sektor ekonomi, politik, maupun sosial.
"Kerapuhan tidak hanya dialami bidang ekonomi, politik, dan sosial, namun semua bidang mengalami kerapuhan," kata Buya, panggilan akrab Ahmad Syafii Ma'arif
Ia mengatakan, Pancasila dan UUD 1945 pasal 33 yang pro terhadap anti kemiskinan tidak lagi dijadikan acuan oleh negara dan harus konstitusional. "Ini merupakan pengkhianatan. Pengkhianatan negara terhadap rakyat harus dihentikan," tegasnya.