Jumat 07 Jan 2011 21:34 WIB

Pemerintah Mengaku Pangan Dalam Kodisi Sulit

Rep: Yasmina Hasni/ Red: Djibril Muhammad
Hatta Rajasa
Hatta Rajasa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pemerintah mengakui kondisi pangan nasional Indonesia dalam kesulitan. Hal itu terjadi karena iklim yang ekstrim terjadi sepanjang 2010. Demikian dikatakan Menko Perekonomian, Hatta Rajasa dalam konferensi pers usai sidang kabinet paripurna di Kantor Presiden, Kamis (6/1).

"Kondisi pangan nasional kita. Walaupun panennya ada kenaikan, (tetapi) harga juga meningkat, yield-nya juga terpengaruh oleh iklim ekstrim tersebut, (sehingga) petani juga kesulitan untuk (menjaga) kualitas dan akibatnya (hasil) menurun," katanya.

Kejadian itu mengakibatkan bulog juga mengalami kesulitan untuk membeli dan menjaga stok seperti pada 2009 lalu. Namun, Hatta kembali memastikan bahwa pemerintah tetap menjaga stok konstan dengan cara impor sebanyak 1,5 juta ton beras.

Hasil impor tersebut dipergunakan untuk cadangan, demi mengantisipasi keadaan. "Dengan kata lain cadangan bulog kita, konstan, baik dan aman," kata dia.

Pemerintah, tambah Hatta, juga melakukan respon untuk menstabilikan harga. Yakni dengan melakukan dampak shock, artinya berupaya menurunkan harga. Sementara, kenaikan harga didekati dengan fiskal dan tata niaga serta melakukan kerjasama dengan dunia usaha.

"Seperti dengan dunia usaha minyak goreng kita tanggung, dan beras kita juga lakukan dengan hal sama, bea masuknya ditanggung oleh pemerintah," tuturnya.

Pemerintah, tambah dia, juga mengamankan pasokan dalam negeri dan membagikan raskin bagi masyakarat yang berpenghasilan rendah. Tindakan intervensi juga dilakukan di kantong-kantong yang paling memerlukan hal tersebut, dengan cara operasi pasar.

Namun, Hatta mengaku, upaya-upaya tersebut hanya berlaku untuk jangka pendek. Maka pemerintah juga melakukan upaya jangka menengah dan jangka panjang. "Pada sisi hulunya kita amankan pada sisi iklim ekstrim tersebut," ujarnya.

Menteri Pertanian, Suswono, di tempat yang sama, kemudian menambahkan bahwa kebijakan jangka menengah pemerintah di hulu yakni mengamankan disitribusi bibit untuk mencegah hama dan sebagainya. Termasuk didalamnya, tambah dia, memberlakukan inpres untuk beras dan inpres antsipasi terhadap cuaca yang ekstrim ini.

"Sehingga kementan bisa merespon dengan cepat untuk mengatasi hambatan-hambatan lainnya. Kementan, kata dia, juga menyiapkan lahan pertanian sekitar 500 ribu hektar untuk beras dan gula, dan mengusahakan realisasi food estate.

Hatta juga menjelaskan, kondisi sulit ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Sebab, kondisi pangan global juga mengalaminya. Di tingkat dunia juga sedang terjadi peningkatan permintaan yang lebih besar.

Ia kemudian mencontohkan bahwa produksi Jagung dunia yang hanya naik 1,01 persen sedangkan konsumsinya naik 2,5 persen. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya penurunan stok sebesar -11,7 persen. Begitu juga dengan produksi gandum yang turun 5,2 persen, sementara konsumsinya meningkat 2,5 persen, dan mengakibatkan penurutnan stok sebesar -10 persen. Untuk beras, katanya, kondisinya juga tidak jauh berbeda.

"Memang produksinya naik 2,7 persen namun konsumsi beras dunia naik 3,5 persen, sehingga stok turun 0,52 persen," ucapnya.

Penurunan ini terjadi karena terjadi iklim anomali dan konsumsi yang meningkat. Peningkatan konsumsi itu disebabkan karena pertambahan penduduk serta terjadinya peningkatan jumlah masyarakat di kelas menengah. Bank Dunia dan FAO, menurut Hatta, kini juga melakukan tindakan antisipasi dari dampak iklim yang ekstrim ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement