Rabu 05 Jan 2011 03:37 WIB

Sejarawan UGM: Keistimewaan Yogya adalah Fakta Sejarah

Rep: Yulianingsih/ Red: Siwi Tri Puji B
Kraton Yogyakarta, ilustrasi
Kraton Yogyakarta, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Sejarawan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Prof Suhartono mengatakan, keistimewaan Yogyakarta merupakan fakta sejarah yang tidak bisa dipungkiri oleh pemerintah pusat.  Yogyakarta menurutnya telah memberikan andil yang sangat besar bagi terbentuknya dan berdirinya negara kesatuan republik Indonesia (NKRI) hingga bisa seperti saat ini.

"Keistimewaan Yogyakarta adalah bagian dari sejarah negeri ini dan tidak bisa dipisahkan atau hilangkan dari sejarah negara ini," terangnya saat menjadi pembicara pada stadium general di Gedung Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri, Selasa (4/1).

Stadium general yang digelar UGM tersebut memang khusus untuk memperingati pindahnya ibukota NKRI dari Jakarta ke Yogyakarta, 4 Januari 1946 lalu. Sejak tahun 2007 UGM setiap tahun rutin menggelar kegiatan serupa.

Diakui Suhartono, selama empat tahun, 4 Januari 1946 sampai 27 Desember 1949, ibukota RI berada di Yogyakarta. Pada saat itu pula Yogyakarta menjadi pusat pemerintahan secara politis dan memiliki posisi strategis dalam perjuangan dan pertahanan kemerdekaan Indonesia. Peran Raja dan kepala Daerah Yogyakarta yaitu Sri Sultan Hamengku Buwono X saat itu sangat penting dalam perpindahan ibukota NKRI tersebut.

“Posisi Yogyakarta dengan keistimewaaannya jika berlatar belakang sejarah seharusnya tidak bisa dipisahkan dan dihilangkan. Keistimewaan itu diantaranya posisi Sultan sebagai Raja Keraton serta Paku Alam sebagai Adipati Pakualam,” tambahnya.

Diakuinya, berpindahnya ibukota Indonesia saat itu, bukan tanpa alasan, karena situasi Jakarta tidak aman dan roda pemerintahan macet total karena berbagai intrik politik saat itu. Di satu pihak, masih adanya pasukan Jepang yang memegang satus quo, di pihak lain adanya pihak sekutu yang diboncengi tentara Belanda sehingga membuat situasi semakin genting.

Karenanya atas inisiatif Sultan Hamengku Buwono IX, ibukota Indonesia pindah ke Yogyakarta. “Di sini (Yogyakarta) infrastruktur, elit bangsawan sudah lengkap. Bagaimana seandainya republik yang masih muda tidak dilindungi dari Yogyakarta tanpa kesediaan dari HB IX, hasilnya akan lain,” terangnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement