Selasa 04 Jan 2011 04:48 WIB

Pengadilan Negeri Dinilai Jadi Surga Koruptor

Rep: asan haji/ Red: Krisman Purwoko
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
Foto: Nunu/Republika
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan

REPUBLIKA.CO.ID,MALANG--Malang Corruptin Watch (MCW) menilai Pengadilan Negeri (PN) yang ada selama ini masih menjadi surga bagi para koruptor. Penilaian tersebut terungkap dari hasil riset yang dilakukan terhadap penanganan kasus dugaan korupsi di 21 kota/kabupaten di Jawa Timur sebesar  Rp 204, 431 miliar selama tahun 2010.

‘’Sesuai hasil riset yang kami lakukan di wilayah Jawa Timur kerugian negara yang dikorup memang mencapai ratuasan miliar. Tragisnya, penanganan kasus dugaan korupsi itu tidak maksimal. Sehingga, pengadilan negeri masih menjadi surga bagi para koruptor,’’ terang Koordinator MCW, Zia’ul Haq, Senin (3/1).

Menurut dia, banyak koruptor besar yang justru divonis bebas  setelah melalui persidangan di Pengadilan Negeri. Dia contohkan seperti dugaan korupsi pengelolaan uang Koperasi KPRI Lamongan yang melibatkan  Kepala Kantor Kementrian Agama, Korupsi Dana Kas Daerah Bupati Pasuruan dengan terdakwa Bupati Dade Angga, Korupsi Dana Bantuan Hukum Kabupaten Lumajang yang menjadikan terdakwa Bupati Lumajang.

Selain itu, sebut dia, dugaan korupsi Pengadaan Mesin Daur Ulang Aspal Dinas PU dan Bina Marga dengan terdakwa  Bupati Jember, MZ Djalal, Kasus Korupsi pengadaan 5000 unit motor dinas di Kabupaten Bojonegoro  yang terdakwanya Sekkab Bojonegoro dan  korupsi PT Iglas dengan terdakwa Dirut PT Iglas  Surabaya. ‘’Mereka bebas semua,’’ kata dia.

Sedangkan kasus-kasus korupsi bernilai kecil justru banyak yang dipenjara. Misalnya, kasus Korupsi P2SEM Jombang yang melibatkan  akademisi, kasus korupsi Dinas Perhubungan Jombang dengan terdakwa Kepala Dinas Perhubungan. Begitu juga korupsi dana hibah Belanda untuk sekolah 2001 yang terdakwanya Kepala Bappeda Ponorogo dan  pejabat Diknas dan lain sebaginya.

Dia menjelaskan bahwa banyaknya koruptor kelas kakap yang lolos itu tidak lepas dari kinerja aparat penegak hukum yang belum maksimal. Alasannya, kasus korupsi yang terjadi di Jatim terlalu banyak. Sehingga, aparat seperti kejaksaan  kesulitan memproses mulai dari pengumpulan data hingga vonis di pengadilan. Akibatnya, kata dia, hanya sebagian kecil yang diproses sampai tuntas.

Selain itu, kata dia, masalah yang dilaporakan sebagai kasus korupsi, berubah seiring perjalanan proses di lembaga peradilan. Sehingga, kasus korupsi itu  bisa menjadi kasus kesalahan yangbersifat administrasi.  Dengan begitu, kata dia, wajar jika pelaku kejahatan ini banyak yang melenggang dengan bebas.

Karena itu, dia pesimistis pemberantasan korupsi di Jatim bakal berhasil dengan baik, meskpiun sudah ada Pengadilan Tipikor di Surabaya. Apalagi, kinerja kejaksaan di kota/kabupaten yang ada di Jatim itu masih belum maksimal dalam menjalankan peran dan fungsinya karena jaringan yang ada masih lemah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement