REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI--Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dari Komisi IX berencana akan memanggil Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, Muhaimin Iskandar, dan Badan Nasional Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia terkait persoalan TKI.
"Kami akan memanggil keduanya awal Januari 2011 untuk membahas soal yang dialami TKI, khususnya rencana Pemerintah Arab Saudi yang akan menghukum mati TKW asal Sukabumi tersebut," tegas Ketua Komisi IX DPR RI Ribka Tjiptaning, usai sosialisasi empat pilar di Sukabumi, Kamis (30/12).
Pemanggilan ini terkait ancaman hukuman mati yang akan dilakukan oleh Pemerintah Arab Saudi kepada tenaga kerja wanita (TKW) asal Desa/Kecamatan Gegerbitung, Kabupaten Sukabumi-Jawa Barat Emi (26) yang membunuh anak kandungnya sendiri.
Menurut Ribka, tujuan utama pemanggilan demi menanggulangi permasalahan yang kerap terjadi kepada TKI. Sementara target utamanya jangka pendek untuk membantu Emi dari permasalahannya saat.
"Nantinya kami akan berkoordinasi dan mendesak Pemerintah RI untuk segera berdiplomasi dengan Arab Saudi mengenai permasalahan ini. Kami menginginkan Emi bisa dibebaskan atau minimalnya hukaman untuk TKW ini diperingan," ujarnya.
Ia menuturkan, saat ini ada sekitar tujuh juta warga negara Indonesia yang menjadi TKI ke beberapa negara, dari jumlah tersebut 86 persennya adalah wanita dan hampir 70 persennya bekerja sebagai pembantu rumah tangga. "Negara tujuan utama Timur Tengah, Asia Timur dan beberapa negara lainnya," tuturnya.
Sementara itu, Ketua Fraksi PDI Perjuangan yang juga anggota Komisi IX DPR RI Nur Suud menambahkan, banyaknya kasus yang terjadi karena sistemnya yang harus diubah. "Paling utama peraturan tentang perlindungan buruh migrant harus diubah," tambahnya,
Ia menambahkan perlindungan TKI lebih lemah dibandingkan penempatannya. Selain itu, pengawasan yang dilakukan pun dinilainya tidak serius dan ada diskriminasi dalam penanganan hak asasi manusia (HAM).
"Seharusnya konsul yang berada di luar negeri bekerja secara optimal," jelasnya. Faktor utama penyebab, imbuh Nur Suud, karena tak ada undang-udang yang mengatur tentang perlindungan tenaga kerja khususnya bidang pembantu rumah tangga.
"Fraksi kami di DPR sudah membuat draft undang-udang tentang perlindungan tenaga kerja yang berada pada sektor PRT. Dan 2011 mendatang kami akan mengajukan agar UU ini bisa disyahkan," ungkap Nur Suud.