REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta tidak berhenti menelusuri dugaan niat jahat di balik kebijakan yang diambil saat "Bail out" Bank Century.
"Yang dibutuhkan saat ini adalah audit investigasi yang fokus pada upaya mencari kerugian keuangan negara khusus dalam kasus korupsi," kata Koordinator Divisi Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW), Febri Diansyah, di Jakarta, Rabu (15/12).
Jika audit forensik terhadap kasus Bank Century yang direncanakan pemerintah atas permintaan DPR berhasil menemukan kerugian negara yang spesifik untuk kasus korupsi, menurut dia, KPK akan sangat terbantu untuk terus bisa menangani kasus tersebut.
Saat ini, kata Febri, baru kerugian negara secara umum yang ditemukan para penegak hukum, belum spesifik pada kasus korupsi. Padahal, Undang-Undang (UU) Pemberantasan Korupsi membutuhkan hal tersebut untuk menjerat pengambil kebijakan yang diduga melakukan korupsi.
Terkait dengan sulitnya KPK menyentuh pejabat BI yang mengeluarkan kebijakan yang menyebabkan kerugian negara melalui UU Bank Indonesia (BI), Febri tidak berkomentar. Namun, ia mengatakan ICW telah melakukan protes sejak awal kebijakan perubahan UU BI yang membuat pejabat BI tidak terkena sanksi atas kebijakan yang merugikan negara tersebut diambil.
"Kami sudah kirim surat terbuka ke Gubernur BI. Tapi tidak digubris serius, dan tidak naik juga di media," ujarnya.
Sebelumnya Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan, M Jasin menjelaskan bahwa terdapat kekurangan dalam Undang-undang (UU) Bank Indonesia (BI), di mana tidak terdapat pasal yang dapat menjerat pegawai Bank Indonesia yang melakukan penyimpangan atau pelanggaran UU BI atas kebijakan yang telah dibuat.
"Di UU lain selalu ada mekanisme pemberian sanksi, kalau ada penyimpangan ada perangkat sanksinya. Penegak hukum tinggal meneliti ada korupsi atau tidak, nah di UU BI ini tidak ada, karena itu kami pertanyakan juga," ujar Jasin.