Kamis 09 Dec 2010 09:26 WIB

Kebebasan Pers di Indonesia Dinilai Over Dosis

REPUBLIKA.CO.ID,MAKASSAR--Pakar Komunikasi Politik Nasional, Prof Dr Tjipta Lesmana menilai bahwa kebebasan pers di Indonesia terlalu berlebihan atau "over dosis"

"Jika dibandingkan dengan beberapa negara lain, seperti Amerika Serikat dan Inggris, kebebasan pers di Indonesia lah yang paling besar dan bahkan seolah-olah tidak memiliki batasan," ungkapnya, di Makassar, Rabu.

Bahkan, kata dia, Undang-Undang Pers di Indonesia merupakan aturan pers yang paling bebas di seluruh dunia. Ia mengatakan, kebebasan pers yang dulu diperjuangkan ternyata banyak yang disalahartikan oleh sejumlah wartawan, dan justru membuat polemik di masyarakat.

"Dari sejumlah pengalaman yang saya alami, tidak sedikit komunitas profesi yang menggugat pelaksanaan kebebasan pers, karena kurang mengedepankan tanggung jawab sosial," ungkapnya. Hal ini diperparah dengan sejumlah berita yang dibuat oleh wartawan yang tidak berdasarkan fakta, tidak akurat, tidak berimbang, dan menyerempet prinsip praduga tak bersalah.

Seharusnya, kata dia, kebebasan pers ini juga memiliki batasan seperti di beberapa negara lain, misalnya yang berkaitan dengan keamanan nasional, rahasia negara, moralitas, dan sebagainya. Menurut dia, dalam era demokrasi liberal, pers sering dikatakan sebagai pilar keempat yang memiliki kedudukan yang sama dengan eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

"Bahkan, kedudukan pers seolah-olah lebih tinggi dibandingkan ketiga lembaga negara tersebut, dimana pers menjadi pengawas atas sepak terjang ketiganya," terangnya. Terkait dengan kebebasan pers di era reformasi, terdapat dua isu besar yang sangat memprihatinkan, yaitu konglomerasi pers yang semakin menggurita dan netralitas pers yang kerap tumpul.

"Tumpulnya berita yang disajikan ini bisa dikarenakan oleh pengaruh dari pemilik perusahaan pers yang berkoalisi dengan penguasa," imbuhnya. Ia menambahkan, kebebasan pers yang over dosis ini pula tidak terlepas dari undang-undang yang memayunginya, dimana pada saat pembuatan aturan tersebut, Indoensia sedang dilanda mabuk kebebasan pasca rezim Suharto.

sumber : ant
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement