REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Keberadaan Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) masih dibutuhkan masyarakat terutama dalam pengembangan sumber daya manusia dan membangun peradaban masyarakat madani, kata Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Prof Dr Nanat Fattah Natsir. "Masyarakat masih membutuhkan kehadiran ICMI, karena organisasi ini terbukti memberikan beberapa terobosan dalam pengembangan masyarakat madani," kata Nanat dalam surat elektronik yang dikirimkan dari "media center" Panitia Muktamar V ICMI dari Jakarta, Jumat malam.
Nanat yang juga Presidium ICMI 2005-2010 menyatakan hal itu menjelang penyelenggaraan Muktamar V ICMI di Bogor pada 5-7 Desember 2010. Ia mengakui kiprah dan pengaruh ICMI dalam panggung nasional terkesan menurun namun dalam pengembangan masyarakat madani keberadaan organisasi kemasyarakatan yang didirikan di Universitas Brawijaya Malang, Jatim, pada 7 Desember 1990.
ICMI didirikan oleh para cendekiawan muslim berbarengan dengan penyelenggaraan simposium nasional cendekiawan muslim di Malang 6-8 Desember 1990 bertema "Membangun Masyarakat Indonesia Abad XXI".Ketika itu simposium dibuka oleh Presiden Soeharto dan ditutup oleh Wakil Presiden Sudharmono SH sedangkan yang terpilih sebagai Ketua Umum ICMI ketika itu adalah Menristek Prof Dr Ing BJ Habibie.
Menurut Nanat, beberapa terobosan ICMI yang kemudian menjadi bagian dari kegiatan sosial masyarakat, antara lain pengembangan dana kemanusiaan dalam bentuk "Dompet Dhuafa", penerapan hukum syariah dalam masalah perbankan yang dulu diawali dengan Bank Muamalat, serta beberapa penelitian pengembangan energi alternatif. Ke depan, katanya, ICMI harus bisa meningkatkan perannya yang lebih dirasakan masyarakat. Ia setuju jika ICMI lebih menitikberatkan programnya pada pengembangan SDM yang handal dan pengembangan energi-energi terbarukan yang sangat dibutuhkan masyarakat.
Sementara itu Ketua Umum Presidium ICMI Prof Dr Azzumardi Azra menambahkan, kekuatan ICMI bertahan di tengah kehidupan masyarakat adalah karena organisasi ini menjadi "rumah yang nyaman" bagi anggotanya yang berasal dari berbagai aliran politik dan Islam. "Di ICMI ini ada Muhammadiyah, NU, dan lain-lain. Juga ada Golkar, Demokrat, PAN, PPP, PKS dan lain-lain, tetapi semuanya tidak menjadi kutub yang saling berkonflik, tetapi justru menjadi satu kekuatan yang saling mendukung," katanya.
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah itu menyatakan, ICMI sangat tidak mungkin ditarik dalam arena politik sebagai satu kekuatan yang berafiliasi pada satu kekuatan politik tertentu, atau mendukung tokoh politik tertentu.
ICMI, jelas Azzumardi, menjadi besar saat seperti saat ini justru karena tidak berpolitik. Meski ada tokoh-tokoh politik, seperti Hatta Rajasa, Priyo Budi Santoso, Marwah Daud Ibrahim, Jaffar Hafsyah, Zulkifli Hasan, dan lain-lainnya, menurut dia, garis ICMI sudah jelas bahwa ketua umum partai politik tidak boleh menjadi Ketua Umum ICMI.
"Pak Hatta Rajasa dulu menjadi Presidium ICMI sebelum menjadi Ketua Umum Partai Amanat Nasional," ungkap Azzumardi. Ia berharap para Muktamar V ICMI bisa memberikan pemikiran untuk pengembangan ICMI ke depan, sesuai tema muktamar "Membangun Peradaban Indonesia Madani".