REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Presiden Susilo Bambang Yudhoyono merasa "diadu" dengan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X dalam polemik tentang keistimewaan Yogyakarta.
"Saya dengan Pak Sultan tidak ada apa-apa. Kok diadu-adu," kata Presiden Yudhoyono pada akhir sambutan acara pemberian Penghargaan Ketahanan Pangan Nasional 2010 di Istana Negara di Jakarta, Jumat.
Yudhoyono tidak menyebutkan secara rinci siapa pihak yang mengadu tersebut. Kepala Negara hanya menjelaskan, media massa lebih tertarik memberitakan polemik keistimewaan Yogyakarta daripada hal-hal yang terkait dengan ketahanan pangan.
Presiden menegaskan, dirinya sangat menghormati Sultan. Dia juga yakin Sultan juga menghargainya. Presiden Yudhoyono meminta Sultan tetap sabar meski selama beberapa hari menjadi bahan pemberitaan. "Terus sabar ya Pak Sultan," kata Yudhoyono.
Sultan yang duduk di barisan paling depan hanya tersenyum, tanpa memberikan tanggapan. Presiden mengakhiri acara pemberian penghargaan ketahanan pangan itu dengan memberi kesempatan kepada semua tamu undangan untuk berjabat tangan dengan dirinya dan Ibu Ani Yudhoyono.
Namun, Sultan yang duduk di barisan depan berbalik dan meninggalkan tempat acara. Sultan adalah salah satu kepala daerah yang mendapat penghargaan dalam acara itu.
Sultan tidak memberikan pernyataan panjang lebar ketika wartawan mencoba bertanya. Dia hanya menjelaskan belum mengetahui isi draft RUU Keistimewaan Yogyakarta yang menjadi usulan pemerintah.
Dia meminta wartawan bertanya kepada rakyat Yogyakarta yang memiliki kedaulatan di wilayah itu.
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Djoko Suyanto, mengikuti Sultan. Djoko menyarankan wartawan untuk menunggu sejenak. "Nanti sekalian sama saya saja," kata Djoko.
Sejumlah wartawan mengartikan pernyataan Djoko sebagai janji bahwa akan ada pernyataan bersama Sultan tentang polemik keistimewaan Yogyakarta.
Namun, sampai berita ini ditulis, belum ada pernyataan bersama antara Djoko Suyanto dan Sultan. Bahkan beredar informasi bahwa keduanya telah pergi meninggalkan Istana tanpa sepengetahuan wartawan.
Pemerintah dalam draft sementara RUU tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengusulkan agar Gubernur DIY dipilih secara demokratis.
Dalam konferensi pers usai rapat kabinet paripurna di Kantor Kepresidenan di Jakarta (2/12), Menko Polhukam Djoko Suyanto menjelaskan, keturunan Kesultanan dan Paku Alam tetap sebagai orang nomor satu atau tertinggi di wilayah DIY dengan kewenangan tertentu di atas gubernur.
"Kita tetapkan Sultan dan Paku Alam sebagai orang nomor satu tertinggi di wilayah itu tetapi kalau kita patuh asas demokrasi pasal 18 UD 1945 sebagai penyelenggara sehari-hari dipilih oleh rakyat secara demokratis," jelasnya.
Menurut Djoko, dua rumusan itu akan dicoba untuk diformulasikan dalam satu pasal dalam RUU DIY yang sedang dimatangkan oleh pemerintah.
Kementerian Dalam Negeri, lanjut dia, akan menyelesaikan rumusan kata per kata dalam RUU DIY sebelum menyerahkannya kepada DPR untuk dibahas bersama.