REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan H Djuwarto mengatakan, penetapan Sultan sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu dari beberapa keistimewaan Yogyakarta.
"Keistimewaan Yogyakarta lainnya meliputi sejarah, budaya, dan pengeloalaan tanah," kata H Djuwarto di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu. Ia menjelaskan, dari aspek sejarah, Keraton Yogyakarta memiliki perjanjian dengan kolonial Belanda untuk tidak saling menyerang.
Pada saat terjadi agresi militer tahun 1948, ibukota negara Indonesia dipindah ke Yogyakarta dan Sultan Hamengku Buwono IX memberikan perlindungan kepada Pemerintah Republik Indonesia. "Presiden Soekarno kemudian memberikan keistimewaan kepada Yogyakarta sebagai daerah istimewa dan menetapkan Sultan sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta yang diatur dalam aturan perundangan," kata Djuwarto.
Menurut dia, masyarakat Yogyakarta juga menginginkan agar perpanjangan masa jabatan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta melalui mekanisme penetapan dari pemerintah pusat.
Aspirasi masyarakat Yogyakarta mulai dari masyarakat awal hingga kaum intelektual, kata dia, disampaikan melalui DPRD Provinsi DI Yogyakarta yang kemudian menjadi salah satu pertimbangan keputusan DPRD. "Keputusan DPRD agar perpanjangan masa jabatan Gubernur DI Yogyakarta melalui penatapan kemudian disampaikan kepada pemerintah pusat dan DPR RI. Keputusan tersebut hingga saat ini belum dicabut," kata Ketua DPRD DI Yogyakarta periode 2004-2009 ini.
Djuwarto juga mempertanyakan pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menyebut, tidak mungkin ada monarki dalam negara demokrasi. Menurut dia, Pemerintah Provinsi DI Yogyakarta yang dipimpin Sultan mematuhi semua aturan perundangan yang berlaku sehingga menjadi tidak mengerti jika disebut monarki.
"Persoalan utama pada suksesi di Yogyakarta bukan pada Sultan Hamengku Buwono X sebagai pribadi, tapi Sultan sebagai pengelola kelembagaan kesultanan," katanya.
Menurut dia, pada keistimewaan Yogyakarta yang paling prinsip adalah keberadan lembaga kesultanan yang dikelola oleh Sultan.
Kelembagaan kesultanan, kata dia, mengelola budaya dan tanah keraton yang luasnya mencapai 70 persen dari luas Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
"Tanah keraton ini diatur dalam UU Pokok Agraria dan menjadi salah satu keistimewaan Yogyakarta," katanya.
Jika pemerintah sampai mengusulkan suksesi di Yogyakarta melalui mekanisme pemilihan dan Yogyakarta tidak dipimpin oleh Sultan, menurut dia, maka lembaga kesultanan akan hilang dan keistimewaan Yogyakarta juga akan hilang.
Djuwarto mengimbau, agar dalam draf rancangan undang-undang (RUU) tentang Keistimewaan Yogyakarta yang akan disampaikan pwemerintah kepada DPR mengatur suksesi kepala daerah di Yogyakarta melalui mekanisme penetapan.