REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA--Pengamat sosial politik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Arie Sujito, menyatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X harus mencari titik temu dalam soal keistimewaan Yogyakarta, bukan menciptakan pelemik di media massa.
"Apa yang mereka lakukan itu justru akan memengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap keduanya sebagai pemimpin," kata Arie Sujito di Yogyakarta, Ahad (28/11).
Menurut dia, langkah diplomasi untuk membahas substansi Rancangan Undang undang Keistimewaan (RUUK) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) justru harus dijauhkan dari politisasi berlebihan. "Caranya tim SBY dan tim Sultan harus menjaga diri dan mengurangi tensi `bertarung` dan justru mencari titik temu yang sifatnya substansi mencakup orientasi keistimewaan DIY, isi RUUK DIY, serta bagaimana menjaga konsistensi atas kesepakatan," imbuhnya.
Ia mengatakan, soal monarki dan demokrasi sesungguhnya sudah memiliki rujukan, baik dalam berbagai draft maupun dalam perdebatan. "Sejauh ini saya menilai pernyataan SBY terlalu abstrak dan normatif dan terkesan mengambang. Seharusnya pernyataan itu muncul di awal penyusunan RUUK dan diterjemahkan dalam skema yang lebih detail sebagai rancangan RUU. Sebaliknya, Sultan juga terlalu reaktif," katanya.
Arie menilai, sejauh ini Sultan memang dilingkari oleh suasana politik yang tajam. Menurutnya, saat ini baik Presiden Yudhoyono maupun Sultan harus bisa menunjukkan sikap kebangsaan dan kenegarawanan. "Di situlah tantangan buat kedua tokoh itu agar lebih hati-hati menyampaian dan meluncurkan pernyataan," katanya.
Bagaimanapun, lanjut Arie, ini pertaruhan nasib masyarakat banyak, bukan personal di antara keduanya.
"Setiap membuat pernyataan harus berfikir buat masyarakat dan bangsa. Sebagai catatan, tolong orang-orang yang mengitari kedua tokoh itu mendalami substansi RUUK dan jangan terjebak politisasi di luar konteksnya," jelasnya.