Rabu 24 Nov 2010 22:05 WIB

Tiada Lagi Perlakuan Istimewa Bagi Gayus

Rep: Abdullah Sammy/Indah Wulandari/C23/ Red: Budi Raharjo
Gayus H Tambunan
Gayus H Tambunan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Gayus Tambunan baru dua hari menghuni tempat barunya di blok khusus tahanan kasus korupsi di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta Timur. Namun, sejak kedatangan mantan pegawai pajak itu pada Senin (22/11) malam, para tahanan lain yang kebetulan sesama terdakwa kasus korupsi telah dibuat jengkel.

Tengok saja mantan menteri sosial Bachtiar Chamsyah  yang mengaku risi atas kedatangan Gayus di Rumah Tahanan Tindak Pidana Korupsi (Rutan Tipikor) LP Cipinang itu. Politisi yang sedang terjerat kasus korupsi impor sapi dan sarung itu bahkan berani menyebut Gayus sebagai biang kerusuhan. "Gara-gara dia, kita (penghuni) semua jadi repot," ujar Bachtiar sebelum menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (23/11).

Bachtiar bercerita, kerepotan yang dirasakan para tahanan kasus tipikor itu mulai dari pengawasan di dalam tahanan hingga di luar tahanan tempat banyak media yang setia menunggu momen pemindahan Gayus dari Rutan Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat. Hal itu mengakibatkan sulitnya tamu dan keluarga tahanan yang hendak berkunjung.

Selama menjalani persidangan kasus mafia hukum, Gayus telah menikmati berbagai fasilitas lengkap yang ada di Rutan Mako Brimob. Bahkan, di rutan yang juga pernah dihuni oleh Aulia Pohan, mantan deputi gubernur Bank Indonesia, Gayus ikut menikmati akses mudah keluar tahanan setiap pekan.

Total selama tujuh bulan ini ditahan, Gayus sudah keluyuran dari tahanan sebanyak 68 kali atau lebih banyak hari-harinya dihabiskan di luar dibanding di dalam tahanan. Itu semua memang ada harganya. Suap senilai ratusan juta rupiah sudah dikucurkan untuk para polisi yang menjaga tahanan.

Namun, di Rutan Tipikor yang diresmikan Kementerian Hukum dan HAM April 2010 lalu, semua fasilitas itu akan susah didapatkan Gayus. Bersama belasan tahanan kasus korupsi lain yang rata-rata tokoh politik dan pejabat negara itu, Gayus akan merasakan arti penjara sesungguhnya.

Rutan tiga lantai itu mampu menampung sampai 256 tahanan yang sedang menunggu kasus korupsinya diproses hukum. Di lantai satu terdapat 16 kamar seluas masing-masing 5x7 meter persegi yang khusus dihuni 16 tahanan yang sakit atau tua. Lantai dua dan tiga masing-masing terdiri atas 12 kamar berukuran 4x6 meter persegi dengan kapasitas lima orang per ruangan. Seluruh kamar itu dilengkapi kloset (WC). Kemudian, ada sebuah sel hukuman yang luas untuk 144 orang.

Rutan dilengkapi dengan sistem pengamanan ketat dengan fasilitas terbatas. Kamera pengawas CCTV dipasang di setiap ruang komunal, termasuk di menara pengawas. Listrik untuk tiap sel dibatasi, sehingga jika penghuni memakai daya listrik berlebih maka arus listrik otomatis terputus. Dengan sistem seperti ini, tahanan amat sulit menikmati fasilitas lebih di dalam tahanan, seperti memasang penyejuk ruangan (AC) atau peralatan elektronik mewah.

Menurut arsitek Rutan Tipikor LP Cipinang Purwo Ardoko, setiap tahanan praktis hanya mendapat jatah ruangan pribadi seluas 1,8x3 meter persegi. "Mereka mendapat jatah satu meja dan alat tulis dengan pertimbangan rata-rata tahanan kasus korupsi orang intelek (berpendidikan)," kata Purwo.

Selain tempat tidur biasa, tahanan juga hanya diberi lemari pakaian murah berbahan plastik. Fasilitas lain yang bisa dinikmati di luar sel hanyalah ruangan tambahan untuk mushala, ruang baca, ruangan untuk olahraga, dan ruang menonton televisi. Dengan fasilitas minim seperti ini, tak heran para tahanan pun mudah jengkel ketika kedatangan Gayus membuat hidup mereka semakin bertambah susah saja.

Purwo yang sejak satu dekade ini telah mendesain delapan rumah tahanan baru mengatakan, Rutan Tipikor ini sengaja dibangun terpisah dari tahanan kasus lain di LP Cipinang. Pintu keluar LP Cipinang dan Rutan Tipikor memang menyatu, tetapi jalan akses dipisahkan tembok tinggi.

Purwo mendesain Rutan Tipikor ini dengan memisahkan ruang publik, yaitu kantor LP dengan ruang teknis, bangunan rutan itu sendiri. Ini berbeda dengan desain LP dan rutan lama yang tak ada pemisahan. "Rutan dulu didesain sebagai satu lingkungan besar yang tertutup. Begitu orang luar masuk langsung berhadapan dengan lingkungan tahanan," kata alumnus ITS ini.

Pemisahan area publik yang bisa diakses secara bebas oleh masyarakat dan area teknis rutan yang tertutup, lanjut Purwo, akan mempersempit terjadinya penyelewengan yang selama ini kerap terjadi. Misalnya, dalam kasus Gayus di Rutan Brimob yang bisa keluar seenaknya tanpa terdeteksi. "Itulah kenapa pintu keluarnya kita buat banyak (berlapis) dan pendek. Ini mencegah orang untuk menyalahgunakan kelemahan fasilitas rutan karena ada pengaman di luar," kata Purwo.

Meskipun LP Cipinang selama ini juga tak bersih-bersih amat dari skandal, Wakil Ketua Komisi Hukum DPR Ganjar Pranowo menilai, pemindahan Gayus dari Rutan Mako Brimob ke Rutan Tipikor sangat tepat karena kepercayaan publik kepada polisi sudah telanjur hilang. "Kalau di Mako Brimob tahanan hanya ditempatkan sementara, sekadar titipan, sehingga mungkin keamanannya tidak ketat. Kalau di LP Cipinang kan memang khusus tahanan. Gayus tidak bisa main-main lagi." 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement