Selasa 23 Nov 2010 23:08 WIB

Letusan Tambora pada 1815 Lebih Dahsyat dari Merapi

Rep: AS Priyo/Ant/ Red: Arif Supriyono

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Peneliti dari Puslitbang Arkeologi Nasional Kemenbudpar, Sonny Wibisono, mengatakan letusan Gunung Tambora di Nusa Tenggara Barat pada 1815 lebih dahsyat dari letusan Merapi karena Tambora mampu menghilangkan peradaban tiga kerajaan di wilayah itu. "Tambora merupakan sebuah peristiwa alam letusan vulkanis yang terjadi lebih dari 150 tahun lalu, tepatnya pada 1815," kata Sonny Wibisono di Jakarta, Selasa.

Ia telah meneliti dampak letusan Tambora yang membuat musnahnya peradaban, termasuk tiga kerajaan, yaitu Tambora, Pekat, dan Sanggar yang sempat berkembang di wilayah Bima, Nusa Tenggara Barat. Ledakan terhebat Tambora terjadi pada 1815: menewaskan 92.000 orang dan abu vulkanik yang dilepaskan terlempar hingga lapisan stratosfer udara.

"Akibat dari letusan itu masih bisa dirasakan sepanjang 1816, seperti perubahan iklim, tsunami kecil, dan hujan abu vulkanik," kilahnya. Volcanic Explosivity Index (VEI) Tambora dibandingkan 12 letusan gunung terdahsyat yang terjadi di permukaan bumi ini sejak ratusan tahun lalu adalah yang kedua terbesar dengan nilai indeks 7 setelah Toba yang memiliki nilai VEI 8.

Namun dari sisi intensitas, letusan Tambora pada 1815 tercatat sebagai letusan paling kolosal. Akibat letusannya menyisakan sebuah kaldera yang ada sampai saat ini.

Dalam penelitian itu difokuskan untuk merekonstruksi fase-fase letusan Tambora sekaligus membuktikan adanya peradaban pada lapisan terbawah yang merupakan permukaan tanah lama. Jejak peradaban itu diungkap melalui beberapa aspek seperti bentuk permukiman, konstruksi rumah, arah hadap rumah, dan peralatan keseharian masyarakat pada masanya.

"Ada beberapa keramik asal Cina yang ditemukan. Ini membuktikan ada kontak budaya masyarakat setempat dengan kebudayaan asing khususnya Cina," jelasnya.

Penelitian arkeologi yang dilakukan di lereng barat Tambora itu diarahkan untuk mendapatkan gambaran cara-cara hidup melalui aneka ragam peninggalan arkeologi yang ditinggalkan dan menelusuri bukti-bukti yang dapat dijadikan dasar untuk menentukan rentang kronologi dari pemukiman dan kerajaan-kerajaan itu. Penelitian ini juga bertujuan untuk kepentingan konservasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement