Sabtu 20 Nov 2010 04:34 WIB

Regulasi Pendirian Parpol Disarankan Diperketat

Konfederasi parpol, ilustrasi
Konfederasi parpol, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG--Pakar antropologi sosial dan budaya Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, Gregorius Neonbasu, SVD berpendapat, perlu ada ketegasan sikap untuk memperketat regulasi pendirian partai politik baru. Jika tidak ada ketegasan sikap baik dari pemerintah maupun DPR maka berapapun penetapan ambang batas perolehan suara parpol tidak akan menyelesaikan masalah multi partai di Tanah Air, kata Gregorius Neonbasu di Kupang, Jumat (19/11).

Hal ini karena setiap partai yang tidak mencapai ambang batas perolehan suara tetap akan melakukan konsolidasi untuk mendirikan partai baru, kata Ketua Yayasan Arnoldus ini. "Peraturan harus ketat dan tidak memberi peluang untuk munculnya tafsiran dalam membangun partai baru jika semua sepakat untuk menghindari multi parpol yang meletihkan lalulintas dunia perpolitikan kita," kata Neonbasu terkait tarik menarik dalam penetapan besarnya Parliamentary Thersold (ambang batas perolehan suara) sehingga pembahasan UU parpol terancam tidak bisa diselesaikan dalam tahun ini.

Dia juga mengusulkan agar dalam UU baru ini, partai politik harus bebas dari kepentingan agama untuk menghargai pluralisme dan tidak meracuni dinamika dan kehidupan sosial politik. "Rakyat harus diperbiasakan untuk menahan diri dan tidak kreatif untuk mengembangkan strategi yang salah dalam mencampurbaur segala urusan agama dan politik," katanya.

Pandangan yang hampir senada disampaikan Ketua Program Studi Magister Hukum Universitas Nusa Cendana Kupang, DR. Jhon Kotan, SH. MHum yang menyarankan agar pembatasan partai politik sebaiknya dilakukan dengan cara memperketat persyaratan dalam mendirikan sebuah partai politik.

Persyaratan pendirian partai yang ketat, secara otomatis akan mempersulit orang untuk mendirikan partai baru di tanah air dan bukan dilakukan dengan cara-cara yang bisa dianggap sebagai tindakan melanggar hak asasi manusia, kata Jhon Kotan. Menurut dia, salah satu syarat yang bisa diterapkan adalah sebuah partai yang baru didirikan tidak dibolehkan untuk langsung menjadi konstetan Pemilu tetapi harus ada jangka waktu kelahiran dengan menjadi peserta Pemilu.

Artinya, sebuah partai baru harus disyaratkan untuk boleh mengikuti Pemilu dalam jangka waktu tertentu atau minimal partai itu sudah hidup dan berkembang selama minimal lima tahun untuk menjadi peserta Pemilu. "Kalau partai itu didirikan pada tahun 2009 misalnya, maka pada tahun 2014 baru dibolehkan untuk menjadi peserta Pemilu. Tujuannya agar partai tersebut dapat membina basis, merekrut dan membina kader untuk lebih matang dalam berdemokrasi sebelum menjadi peserta Pemilu," katanya. Paling tidak, partai itu sudah mempersiapkan infrastruktur secara matang untuk menghadapi Pemilu, katanya.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement