REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai mengatakan, intelijen seharusnya bisa ikut menginterogasi teroris untuk mendapatkan informasi yang akurat. Menurut Ansyaad Mbai dalam diskusi urgensi undang-undang intelijen negara dalam sistem keamanan nasional RI di Jakarta, Selasa, selama ini intelijen selain tidak bisa menangkap juga tidak bisa menginterogasi teroris.
Untuk itu perlu ada jalan tengah agar intelijen mendapatkan gambaran yang lebih luas dari para tersangka teroris secara langsung. "Jalan moderat kita bisa mencontoh Australia, intelijen bisa menginterogasi teroris saat penahanan oleh kepolisian atas ijin dari jaksa agung," katanya.
Ia juga menilai proses dari penangkapan tersangka teroris, pemeriksaan hingga ditetapkan statusnya selama 7X24 jam kurang memadai. "Melihat letak geografis kita yang kepulauan, sehingga waktu 7x24 jam itu kurang. Terorisme itu kan jaringan internasional, kita harus 'cross check' ke Solo, Manado, Aceh, Filipina dan tempat lainnya. Saya kira seharusnya sekitar 30 hari," katanya.
Menurut dia, undang-undang terorisme di Indonesia masih lemah. Berbeda dengan negara tetangga Malaysia maupun Singapura yang memiliki undang-undang yang sangat ketat. "Makanya Noordin M Top lebih suka beroperasi di Indonesia di banding Malaysia, disini lebih bebas, bahkan di tiap kampung dia bisa kawin dengan orang Indonesia," katanya.
Menurut dia, selama ini intelijen seringkali dituduh terlambat dalam mengungkap peristiwa padahal kewenangan yang dimiliki juga semakin mengecil seiring dengan reformasi. "Setiap ada kejadian bom selalu ditanya mana ini intelijen. Di zaman Orde Baru orang sering bilang daun jatuh saja intelijen tahu," katanya.
Menurut dia, ada dua faktor untuk memperkuat intelijen. Pertama kekuasaan atau kewenangan. Dengan kekuasaan ini maka intelijen bisa memperoleh informasi yang lebih akurat. Kedua, menurut dia adalah faktor dana. Dengan adanya dana maka intelijen bisa meningkatkan kapasitas baik sumber daya manusianya maupun perangkatnya serta operasi yang dilakukan.
Sementara itu anggota Komisi I DPR RI Tri Tamtomo mengatakan, usulan untuk jalan tengah agar intelijen dapat menginterogasi tersangka teroris bisa dimasukan dalam RUU Intelijen yang akan segera dibahas. "Usulan jalan tengah itu bisa saya kira," katanya.
Menurut dia, intelijen tetap tidak punya kewenangan untuk menangkap. Menurut dia, penangkapan tetap harus didampingi oleh aparat kepolisian. Hal ini agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang dan melanggar HAM. Ia menambahkan usulan waktu 7x24 jam untuk pendalaman hingga mendapatkan keterangan yang mencukupi para tersangka teroris mencukupi.
"Saya rasa teknik bisa, dalam 7x24 jam. Hari ini tidak bisa, besok, lusa, segala macam, toh itu diharapkan tujuh sudah melalui pengkajian berbagai macam oleh pendahulu-pendahulu. 7x24 jam adalah waktu yang cukup dalam rangka objek memberikan satu keterangan yang pas," katanya.