Sabtu 13 Nov 2010 05:44 WIB

Kasus Gayus Harus Diserahkan ke KPK

Rep: c29/ Red: Krisman Purwoko

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Kasus Gayus harus diserahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Polri dianggap tidak mampu untuk mengusut tuntas kejahatan yang dilakukan Terdakwa Penggelap Pajak, Gayus Halomoan Tambunan.

"Sekarang ini tuntutan masyarakat cukup besar," ujar Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Lukman Hakim Saifudin, saat dihubungi, Jumat (12/11). Sementara, kasus ini menurutnya, berjalan di tempat. Terbukti dengan belum selesainya pembuktian foto pria mirip Gayus sedang menyaksikan turnamen tenis di Bali.

Lukman menilai hal itu seharusnya bisa segera selesai diketahui apakah Gayus atau bukan.

Menurut Lukman, ini adalah kasus besar, dan melibatkan kepolisian, karena itu perlu diselesaikan lembaga penegak hukum di luar polisi.

Kepala Bidang Penerangan Umum Divisi Humas Mabes Polri, Komisaris Besar Marwoto Soeto, mempersilakan kasus Gayus diserahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Polri tidak merasa keberatan, karena kasus ini mencoreng almamater kepolisian.

"Silakan saja," terang Kepala Bidang Penerangan Umum Divisi Humas Mabes Polri. Dia mengatakan, kasus ini merugikan polisi. Marwoto mengatakan tidak hanya KPK, Kejaksaan Agung atau lembaga hukum apapun dipersilakan mengusut kasus ini.

Namun demikian, Badan Reserse Kriminal dan Divisi Profesi dan Pengamanan Mabes Polri masih terus menyidik Mantan Kepala Rumah Tahanan Brimob Kelapa Dua, Depok, Komisaris IS beserta delapan anak buahnya: Briptu BH, Briptu DA, Briptu DS, Briptu AD, Bripda ES, Bripda JP, Bripda S, dan Bripda B. Marwoto mengatakan belum ada tersangka selain mereka.

Presidium Indonesian Police Watch (IPW), Neta S Pane, mengatakan, kasus Gayus memang sudah seharusnya diselesaikan KPK, tidak lagi polisi. "Kalau terus diselesaikan polisi maka penyidikan hanya berhenti pada Komisaris IS, padahal masih ada yang pangkatnya lebih tinggi diduga terlibat," tuturnya di Mapolda Metro Jaya.

Dia mengatakan, KPK perlu mengambil alih kasus ini, karena Gayus memegang data 60 perusahaan besar yang pembayaran pajaknya bermasalah. Kalau terus diusut oleh Polisi, terangnya, dikhawatirkan ada oknum polisi yang tidak bertanggungjawab meminta jatah uang dari perusahaan-perusahaan tersebut. "Kita khawatir itu jadi 'Anjungan Tunai Mandiri' mereka," ujarnya.

Sementara itu, Penasehat Hukum Komisaris IS, Berlin Pandiangan, mengatakan kliennya pada Jumat diperiksa setelah Shalat Jumat hingga sore oleh Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri. Sehari sebelumnya, Komisaris IS diperiksa Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) hingga Jumat dini hari pukul 4.00 WIB, tanpa didampingi Berlin. "Karena itu masalah internal kepolisian," paparnya.

Terkait uang suap yang diterima kliennya, Berlin mengatakan, jumlahnya meningkat hingga Rp 368 juta. Uang tersebut diberikan secara berangsur, tidak sekaligus. Dari Juli hingga Agustus, tiap bulan, Komisaris IS menerima Rp 50 juta, per pekannya Rp 5 juta. Pada September hingga Oktober, jumlahnya berkurang per pekannya Rp?3,5 juta, dan bulanannya Rp 100 juta.

"Istrinya sedang sakit-sakitan," terang Berlin. Kliennya mengaku terpaksa menerima suap Gayus untuk biaya berobat istri. Namun demikian, Komisaris IS menyadari tindakannya bertentangan dengan hukum.

Kliennya juga pernah mau menjual rumah warisan dan sempat diterima oleh bank, tetapi tidak jadi. Bukan hanya kliennya yang menerima suap, petugas lainnya juga dapat. Namun, tambahnya, atasan Iwan tidak ada yang tahu soal ke luar masuk tahanannya. "Hanya Iwan sendiri (yang tahu), maka dia bertanggung jawab," papar Berlin.

Selain Gayus, Komisaris Jenderal Susno Duadji dan Komisaris Besar Williardi Wizard juga pernah memberikannya suap. Namun dirinya tidak menjelaskan berapa jumlahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement