REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG-–Pemerintah menyediakan anggaran Rp 49 triliun untuk investasi pengentasan kemiskinan pada 2011. Percepatan pengentasan kemiskinan menjadi salah satu hal yang terus didorong untuk mencapai target angka kemiskinan 7,5 persen pada 2015. Pada 2011 target angka kemiskinan dibidik antara 11,5-12,5 persen, sementara pada 2010 angka kemiskinan tercatat 13,3 persen dengan jumlah penduduk 31 juta jiwa.
Deputi Bidang Ekonomi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, Prasetyo Widjoyo, mengatakan untuk terus menekan angka kemiskinan di Indonesia memang harus dilakukan percepatan karena sebenarnya pada 2010 range target angka kemiskinan antara 12-13 persen.
“Untuk penurunan angka kemiskinan perlu ada upaya luar biasa yang dilakukan, selain melalui program tiga kluster seperti KUR, Bantuan sosial, dan PNPM,” kata Prasetyo dalam Temu Media Bappenas di Hotel Gumilang Regency, Jumat (12/11).
Ia menambahkan saat ini program yang digalakkan pemerintah untuk mempercepat pengentasan kemiskinan adalah dengan pro poor planning budgeting monitoring. Saat ini program tersebut masih dalam tahap training of trainers dan nantinya akan dikembangkan ke daerah.
Prasetyo mengungkapkan pengentasan kemiskinan harus tetap menjadi perhatian. Pada 2005 jumlah rumah tangga sasaran tercatat sebanyak 19,1 juta, sementara pada 2008 turun menjadi 17,5 juta rumah tangga sasaran atau setara 60 juta jiwa. “Untuk kategori miskin dan sangat miskisn jumlahnya turun, dan kategori mendekati miskin naik mendekati 43 persen. Namun kategori mendekati miskin ini juga harus diwaspadai karena sangat rentan untuk masuk ke kategori miskin,” papar Prasetyo.
Untuk pengentasan kemiskinan pada 2011, ia mengungkapkan jumlah anggaran yang dialokasikan sebesar Rp 49 triliun. Sebagian besar dialokasikan untuk Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) sebesar Rp 13 triliun. Sisanya disalurkan untuk program lainnya, seperti KUR, bantuan sosial (beras untuk masyarakat miskin, Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), jaminan kesehatan masyarakat, bantuan sosial untuk pengungsi atau korban bencana, bantuan bagi penyandang cacat dan lanjut usia), dan sebagainya.
Deputi Bidang Kemiskinan, Ketenagakerjaan, dan UKM, Ceppie Kurniadi Sumadilaga, mengatakan kemiskinan yang merupakan masalah multidimensi harus ditangani oleh seluruh pihak stakeholder. Pasalnya walau kemiskinan terus menurun, namun lajunya melambat. “Sejak 2006 penurunan angka kemiskinan tercatat satu persen pertahun, namun pertumbuhan relatif stagnan jadi penurunan kemiskinan tidak begitu terlihat,” kata Ceppie. Oleh karena itu, lanjutnya, sumber-sumber pertumbuhan harus disesuaikan agar dapat memberikan dampak paling besar terhadap penurunan kemiskinan.
Dalam pengentasan kemiskinan pun, tambahnya, diperlukan koordinasi dari seluruh pihak. Ia menuturkan Bappenas perlu meningkatkan peran aktif dalam satu siklus manajemen terkait program pengentasan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja, mengkaji program sejenis yang telah sukses dilaksanakan, dan melakukan pendekatan sesuai dengan sosial budaya adat tiap wilayah dalam pelaksanaan program pengentasan kemiskinan dan penciptaan lapangan pekerjaan.
Kemiskinan di Indonesia tersebar tidak merata, sebagian besar tersebar di Jawa dengan porsi 57,8 persen, sementara yang terkecil di Papua 4,2 persen. Pada 2010 penduduk miskin tercatat 31,02 juta jiwa, dimana 19,93 juta jiwa berada di desa dan di kota 11,10 juta jiwa.