Kamis 11 Nov 2010 05:22 WIB

ICW Desak BPK Audit Investigatif Penggunaan Anggaran Perjalanan Dinas DPR

Rep: dri/ Red: Krisman Purwoko

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA–-Kontroversi kunjungan kerja DPR ke luar negeri berbuntut desakan audit investigastif oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas penggunaan anggaran DPR. Desakan itu datang dari Indonesia Corruption Watch (ICW). “Perlu ada audit investigatif dari BPK terhadap pos belanja DPR,” kata Koordinator Bidang Korupsi Politik, ICW, Ibrahim Fahmi Badoh, saat dihubungi, Rabu (10/11).

Menurut Fahmi, perjalanan dinas anggota DPR selalu menjadi temuan BPK dari tahun ke tahun. Namun, temuan ini kata Fahmi, tidak pernah ditindaklanjuti oleh internal DPR khususnya Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) sebagai alat kelengkapan dewan yang menerima laporan BPK.

Fahmi misalnya, menaruh perhatian atas sistem plafon anggaran tiket pesawat untuk anggota DPR yang melakuka kunjungan ke luar negeri. Meski plafon tiap anggota DPR adalah tiket pesawat bisnis, namun banyak anggota DPR yang menggunakan tiket pesawat ekonomi. Fahmi yakin, selisih akibat pembelian tiket pesawat yang berbeda dengan plafon anggaran ini tidak dikembalikan ke Sekretariat Jenderal DPR.

ICW juga mendorong kinerja BAKN sebagai alat kelengakapan dewan yang bertugas menindaklanjuti temuan BPK. Sebagai badan yang dibentuk DPR periode 2009-2014, BAKN kata Fahmi, harusnya menjadi simbol reformasi DPR. “BAKN belum kelihatan kerjanya,” kata Badoh.

Dalam Standar Biaya Umum 2010 sesuai Peraturan Menteri Keuangan No 01/PM02/2009, tiap anggota DPR yang melakukan perjalanan dinas ke luar negeri akan mendapat jatah tiket kelas bisnis. Sebagai contoh, untuk tugas pengawasan pelaksanaan ibadah haji, tiap anggota DPR akan mendapat jatah tiket pesawat sebesar 3.785 dolar AS.

Jika anggota DPR membeli tiket kelas ekonomi dengan plafon 3.235 dolar AS, maka akan selisih 550 dolar AS. “Tiap anggota DPR mendapat tiket kelas bisnis,” kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR, Nining Indra Shaleh, belum lama ini.

Namun, seperti yang dikatakan Ketua Komisi VIII DPR, Abdul Kadir Karding, (Republika, Senin 8/10), sebagian besar tim pengawas pelaksanaan ibadah haji 2010 menggunakan tiket kelas ekonomi. Karding tidak menjelaskan alasan kenapa anggota Komisi VIII lebih memilih tiket kelas ekonomi ketimbang kelas bisnis seperti yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.

Sebelumnya, Wakil Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT), Pius Lustrilanang menjelaskan, tiap kunjungan kerja ke luar negeri dibatasi anggarannya Rp 1,7 miliar untuk maksimal 13 anggota dewan. Namun, kata Pius, tidak semua kunjungan kerja ke luar negeri menghabiskan semua biaya yang telah dianggarkan. “Penggunaan biasanya Rp 1,3 miliar sampai Rp 1,5 miliar, sisanya dikembalikan ke kas negara,” tambah Pius.

Dapat mengunjungi Baitullah merupakan sebuah kebahagiaan bagi setiap Umat Muslim. Dalam satu tahun terakhir, berapa kali Sobat Republika melaksanakan Umroh?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement