REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan dugaan penyelewengan dalam pengadaan valuta asing (saudi riyal) untuk kepentingan biaya hidup (living cost) jamaah haji Indonesia selama di Arab Saudi. Selain adanya penunjukan langsung, nilai tukar living cost di bawah patokan kurs yang ditetapkan Kementerian Keuangan.
"Berdasarkan hitungan ICW, selama empat tahun ini diduga terjadi mark up pembelian mata uang riyal sebesar 8,15 juta dolar AS atau Rp 73,3 miliar," ungkap Kepala Divisi Monitoring Analisis Anggaran ICW, Firdaus Ilyas, di Jakarta, Jumat (5/11).
Menurut Firdaus, data yang digunakan ICW diolah dari laporan keuangan keuangan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) periode 1426-1430 Hijriyah atau tahun 2006-2009. Acuan yang digunakan, nilai tukar dolar AS terhadap riyal adalah kurs tetap (fixed rate). Sehingga rate untuk 1 dolar AS sama dengan 3,75 riyal.
ICW juga memperhitungkan biaya dalam operasional bank serta biaya pengiriman uang riyal dari bank penyedia ke masing-masing embarkasi. "Indikasi penyelewengan lainnya,ada metode penunjukan langsung atas rujukan Kemenag terhadap pengadaan uang riyal, "imbuh Firdaus.
Bahkan Kemenag seakan melegalkan dengan alasan Bank Pengelola Setoran (BPS) yang termasuk tiga besar layak menerima proyek ini. Padahal, Firdaus mencermati, rate yang digunakan Kemenag sebesar 3,71 riyal tak dipatuhi ketiga BPS, yaitu Mandiri, BNI, dan BRI. Bahkan ada selisih antara 0,03 hingga 0,25. "ICW melihat pengelolaan di hulu dengan BPS menggunakan rate yang jauh lebih rendah," tegasnya.