REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Mantan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Yusril Ihza Mahendra meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memberikan tafsir atas pasal 1 angka 26 dan 27 Kitap Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). "Definisi saksi dalam KUHAP itu hanya sesuai untuk mendefinisikan saksi fakta suatu peristiwa, bukan saksi yang menguntungkan dan saksi meringankan (a de chrage)," kata Yusril, saat sidang uji meteri UU KUHAP di MK, Senin.
Menurut Yusril, definisi saksi ini membuat orang tersangka tidak mungkin mengelak dari tuduhan dengan mengajukan alibi, dimana saksi alibi jelas tidak melihat sendiri, mendengar sendiri dan mengalami sendiri suatu tindak pidana.
Dalam uji tersebut, Yusril memohonkan uji materi pasal 1 angka 26 dan 27 KUHAP ini dihubungkan dengan pasal 65 junto pasal 116 Ayat 3 dan 4, pasal 184 ayat 1 huruf a UU nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP.
Pasal 65 KUHAP memberikan hak kepada setiap tersangka untuk mendatangkan saksi atau ahli yang dianggapnya akan menguntungkan dirinya, sedangkan pasal 116 Ayat 3 dan 4 memberikan hak kepada setiap tersangka untuk menghendaki didengarkan saksi yang dapat menguntungkan dirinya.
Tersangka kasus korupsi Sisminbakum ini mengajukan uji materi UU Hukum Acara Pidana ini setelah mengajukan saksi meringankan ditolak oleh Kejaksaan Agung dengan alasan pasal 1 angka 26 dan 27. Keempat saksi tersebut adalah Megawati Soekarnoputri, Jusuf Kalla, Kwik Kian Gie, dan Susilo Bambang Yudhoyono, karena Kejaksaan Agung menilai saksi yang diajukannya karena tidak relevan dengan perkara sebab bukan orang yang melihat, mendengar, dan mengalami langsung sebuah peristiwa pidana.
Oleh karena itu, Yusril meminta kepada MK untuk memberikan penafsiran yang benar terkait saksi yang menguntungkan tersebut karena dalam pasal yang diujikan kejelasan kedudukan saksi yang menguntungkan tersangka belum diatur.
Mantan menteri Sekretaris Negara ini menyebut pasal yang diujimaterikan ini bertentangan dengan prinsip yang diatur dalam UUD 1945, antara lain prinsip negara hukum (Pasal 1 Ayat 3), prinsip jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil (Pasal 28D Ayat 1), kesempatan memperoleh keadilan (Pasal 28H Ayat 2), serta perlindungan HAM (Pasal 28J) UUD 1945.
Yusril menegaskan bahwa pengajuan uji materi ini bukan untuk mempersulit dan membawa kasus korupsi Sisminbakum ke dalam ranah politik. Dia menegaskan dirinya dirugikan akibat berlakunya tentang pasal tersebut, karena tidak bisa mendatangkan saksi yang meringankan terhadap kasus yang membelitnya.