REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA--Gunung Merapi pada Jum'at (29/10) kemarin masih terus mengeluarkan awan panas disertai guguran material dari pusat letusan 26 Oktober lalu. Setelah itu, Banjir lahar dingin dikhawatirkan menjadi ancaman baru.
Berdasarkan catatan data seismograf di Balai Penyelidikan dan Pengembangan tehnologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta, awan panas mulai muncul pukul 06.10 WIB.
Awan panas (wedus gembel) tersebut diikuti munculnya wedus gembel kedua dalam skala lebih besar pada pukul 08.41-08.50 WIB dengan arah luncuran ke sisi Selatan Merapi yaitu ke Kali gendol dengan jarak luncur 4 kilometer. Awan panas itupun menurut Kepala Badan Geologi Kementrian Energi di Sumber Daya Mineral (ESDM) Sukhyar, dimungkinkan masih akan meluncur dari puncak Merapi pasca letusan 26 Oktober lalu.
Hal itu kata dia, merupakan pertanda akan munculnya kubah baru yang terbentuk dari letusan tersebut. Namun kata dia, yang justru dikhawatirkan saat ini bukan lagi semburan wedus gembel, tetapi justru aliran lava pijar yang akan keluar dari pusat letusan Merapi itu.
Pasalnya, luncuran lava pijar dari puncak Merapi tersebut akan memicu material Merapi di bawahnya untuk longsor. "Apalagi di musim hujan seperti saat ini," terangnya di kantor Balai Penyelidikan dan Pengembangan Tehnologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta, Jumat kemarin.
Diakuinya, ada sedikitnya 8 juta meter kubik material Merapi yang ada di puncak. Tumpukan material tersebut merupakan akumulasi dari letusan Merapi sejak tahun 1911 yang terletak di bawah pusat letusan 2010 ini. Jika kestabilan batuan di puncak Merapi itu terganggu oleh aktivitas keluarnya magma (lava pijar) dan kubah baru dari letusan 2010 maka dikhawatirkan jutaan kubik material tersebut akan ambrol ke bawah apalagi saat ini memasuki musim penghujan.
Menurut Suhkyar, jika seluruh material Merapi tersebut runtuh maka diprediksikan akan masuk ke Kali Gendol. Namun kali itupun diprediksikan hanya bisa menampung 6 juta meter kubik material Merapi. Turunnya material Merapi akibat hujan deras inilah yang dikhawatirkan akan menjadi bahaya sekunder dari gunung teraktif di Indonesia itu berupa banjir lahar dingin ke wilayah Selatan.
Karena itulah pihaknya kata Suhkyar masih mempertahankan status Merapi pada posisi awas dan merekomendasikan kawasan radius 10 kilometer dari puncak Merapi untuk dikosongkan.