REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kalangan anggota Komisi III DPR menilai Kejaksaan Agung (Kejakgung) inkonsisten dalam memberikan berbagai keterangannya terkait kasus dua pimpinan KPK Bibit-Chandra. Hal tersebut memicu praduga adanya rivalitas internal untuk pencalonan Jaksa Agung.
"Saya mendesak Jaksa Agung Muda bidang Pengawasan untuk melakukan pemeriksaan terhadap M Amari (Jampidsus) ada motif apa di balik langkahnya mengumumkan deponeering kasus Bibit-Chandra. Itu menambah perpecahan dan kecurigaan Kejakgung tidak solid," ujar anggota Komisi III DPR dari FPPP Ahmad Yani, Rabu (27/10).
Yani menduga tindakan Amari itu hanya sekadar untuk mencari muka kepada publik demi memuluskan pencalonan menjadi jaksa agung. "Ini rivalitas menuju kursi Jaksa Agung. Penggiat anti korupsi bersuara mendesak deponeering, maka dia mengambil itu. Dia mencuri di tikungan," kritik Yani.
Namun demikian, Yani menambahkan, kalaupun akhirnya keluar deponeering kejaksaan untuk kasus Bibit-Chandra, diduga kuat ada implikasi rekayasa kasus. "Untuk menjelaskan kasus ini, maka Bibit dan Chandra harus diperiksa juga sehingga dapat diketahui motif di balik kasus tersebut," imbuhnya.
Anggota Komisi III DPR lainnya, Bambang Soesatyo, juga menduga munculnya isu deponeering kasus Bibit-Chandra membuktikan terjadi rivalitas menuju kursi Jaksa Agung, khususnya langkah Jampidsus Amari myang engumumkan deponeering itu ke publik.
Politisi Golkar itu menilai kemunculan wacana deponeering jelas menggambarkan keropos dan rapuhnya Kejakgung. "Rivalitas internal berlangsung begitu telanjang dan sarat intrik, sehingga tak lagi mempedulikan kepentingan bangsa. Masing-masing kelompok berusaha saling menjatuhkan," ujarnya.
Tanpa seizin Plt Jaksa Agung Darmono, wacana internal tentang deponeering kasus Bibit-Chandra itu langsung diumumkan Amari ke publik. Lalu, hanya beberapa jam kemudian muncul pula bantahannya. "Jadi logikanya sikap deponeering itu belum final. Tetapi kalau akhirnya diumumkan juga ke publik, berarti ada jaksa yang spekulatif," ujar Bambang.
Di tempat yang sama, politisi Fraksi PAN, Yadhil Abdi Harahap, pun menyayangkan kalau kasus Bibit-Chandra dipergunakan untuk membuka peluang menuju Jaksa Agung. Dia menilai, langkah Amari itu kurang pantas karena seharusnya apa yang diekspose ke publik itu sudah merupakan keputusan final di Kejakgung. "Dengan peristiwa kemarin, citra jelek Kejakgung menguat, termasuk adanya prasangka persaingan di elite Kejakgung," jelasnya.