REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG--Serib lebih buruh Jawa Barat berunjuk rasa menolak revisi Undang-undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan di depan Gedung Sate, Selasa (26/10). Aksi demonstrasi buruh dilakukan bertepatan dengan kedatangan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans), Muhaimin Iskandar, dalam acara penyerahan hasil penyerapan satu juta kesempatan kerja di Jabar.
Para buruh yang berdatangan sejak pukul 09.00 WIB tersebut berusaha menyampaikan langsung aspirasinya kepada Menakertrans. Namun hal tersebut tidak bisa dilakukan karena selepas acara di Lapangan Gasibu, Menakertrans meninggalkan lokasi dengan menggunakan kendaraan bersama dengan Gubernur Jabar, Ahmad Heryawan dan pejabat lainnya.
‘’Kami menolak rencana revisi undang-undang ketenagakerjaan yang memperburuk nasib buruh,’’ ungkap Ketua PD Tekstil, Sepatu dan Kulit (TSK), Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Jabar, Roy Jinto Ferianto.
Pasalnya, poin-poin yang akan direvisi berkaitan dengan pengurangan hak-hak buruh. Di antaranya, pengurangan jumlah pesangon yang dianggap memberatkan pengusaha dan iklim investasi. Selain itu, penentuan upah minimum kabupaten/kota (UMK) yang diserahkan kepada pasar (bipartit), kontrak kerja terhadap semua pekerjaaan tanpa batasan, dan memperketat mogok kerja serta mempermudah serta mempermudah penggunaan tenaga kerja asing.
Menurut Roy, para buruh mempertanyakan keberpihakan Menakertrans, Muhaimin Iskandar dalam membela buruh. Dalam suatu kesempatan Muhaimin sempta menyatakan perubahan undang-undang ketenagakerjaan karena tidak memuaskan pengusaha dan iklim investasi. ‘’Pernyataan itu menunjukkan semangat perubahan untuk memuaskan pengusaha dan mengorbankan buruh.’’imbuhnya.
Oleh karena itu, para buruh akan melakukan gerakan perlawanan secara besar-besaran bila undang-udang ketenagakerjaan jadi dirubah. Bahkan, terang Roy, kalangan buruh akan berdemo langsung ke Jakarta. Ia pun berharap, Gubernur Jabar dan DPRD Jabar mendukung aspirasi buruh Jabar dengan menyampaikan langsung kepada Presiden RI, dan DPR RI.