Kamis 21 Oct 2010 07:39 WIB

BPOM Sesalkan Denda Rp 2 Juta Bagi Pemalsu Obat

REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA--Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Kustantinah, menyesalkan ringannya sanksi hukum untuk pelaku usaha pemalsuan obat-obatan.

"Dari 10 kasus di bidang obat yang telah diputus pengadilan pada 2010, sanksi terberat hanya denda Rp2 juta," katanya dalam diskusi tentang 'Rencana Aksi Meminimalisasi Peredaran Obat' di Surabaya, Rabu.

Dalam diskusi di kampus C Unair yang dibuka Deputi Sekretariat Wakil Presiden Bidang Administrasi Henry Soelistyo, Kustantinah mengatakan usaha untuk mengatasi peredaran obat-obat tiruan itu memerlukan keterlibatan semua pihak. "Masyarakat juga perlu diedukasi. Langkah sederhananya adalah dengan membiasakan diri membeli obat-obatan yang dijual di tempat-tempat resmi, seperti apotek," katanya.

Langkah hukum juga penting agar usaha-usaha pemalsuan obat tersebut tidak tumbuh subur, namun sanksi hukum selama ini masih merasakan kesulitan dalam menjerat pelaku pemalsuan obat itu. "Padahal jika diamati, pelakunya masih wajah-wajah lama. Hukum selalu meminta bukti, apakah ada korbannya?. Pengertian ini yang saya tidak tahu bagaimana cara menyampaikannya pada aparat penegakan hukum," katanya.

 

Menurut perempuan yang sudah 30 tahun mengabdikan diri di BPOM itu, kasus pemalsuan obat tidak selalu berdampak langsung, bisa saja tidak berdampak. "Obat palsu berbahan tepung, misalnya, tidak berdampak buruk jika dikonsumsi, namun tidak pula dapat menyembuhkan sesuai tujuan sebenarnya. Kalau pasien tidak sembuh-sembuh bisa berujung pada kematian," katanya.

Hal itu dibenarkan Deputi Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia Bidang Administrasi Henry Soelistyo, saat membuka diskusi itu.

"Peredaran obat palsu bukan hanya masalah kesehatan, tapi sudah menjadi masalah perekonomian negara dari segi tata niaga dan secara pasti menyinggung ranah penegakan hukum," katanya.

Namun, katanya, harus hati-hati dalam penanganannya, sebab reaksi keras dapat berdampak "dis-trust" dari masyarakat akan obat-obatan di dalam negeri. "Itu bisa mengakibatkan kerugian besar bagi dunia farmasi," katanya.

sumber : antara

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement