REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR--Sebanyak 22 imigran gelap asal Afghanistan yang diduga mengalami tekanan mental, kabur dari Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) di Jimbaran, Kabupaten Badung, Bali. "Kami sudah meminta kepolisian untuk membantu mencari para imigran yang malarikan diri itu," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Rudenim Denpasar Amir Fatah di Jimbaran, Rabu (20/10).
Ia memperkirakan, para imigran masih bersembunyi di Bali karena selain tidak dibekali dengan identitas apapun dan tidak bisa berbahasa Indonesia, mereka juga tidak mengetahui situasi wilayah. Diungkapkan Amir, ke-22 imigran itu kabur dengan cara menjebol teralis ruang tahanan secara beramai-ramai, Senin (18/10) kemarin sekitar pukul 04.00 Wita.
"Pagi itu, ada empat petugas yang berjaga, malam harinya mereka sempat berulah mengamuk dalam tahanan," ungkapnya.
Sebelum kabur mereka mengamuk dengan memecahkan kaca, menjebol pintu dan merusak dapur. Aparat dari Polsek Kuta Selatan malam itu sempat datang untuk mengamankan lokasi. "Begitu situsasi sudah mereda, polisi pulang sehingga penjagaan kembali dilakukan empat petugas kami," ujar Amir.
Amir menduga ke-22 imigran itu mengalami depresi karena terlalu lama menunggu kejelasan status dari UNHCR. Di sisi lain, pengamanan di rumah itu mengalami keterbatasan jumlah petugas. Selain itu, juga karena belum adanya pagar kawat berduri untuk mencegah mereka kabur dari areal lokasi Rudenim yang ada di Jimbaran, Kabupaten Badung, Bali.
Ke-22 imigran itu ditangkap polisi di dua tempat terpisah di Kuta, yakni hotel Dharmadi dan sebuah rumah kos, 6 September lalu. Polisi mengintai mereka sejak berangkat dari Malaysia. Mereka rencananya akan mencari suaka ke Australia.
Kapolsek Kuta Selatan AKP Nanang Prihasmoko mengatakan, pihaknya masih melakukan pengejaran kepada 22 imigran Afghanistan itu dan memasukkan mereka ke dalam daftar pencarian orang (DPO). Nanang menduga, mereka masih bersembunyi di Bali. "Apalagi mereka tidak tahu peta dan jalan di sini," ucapnya