REPUBLIKA.CO.ID,SERANG--Tim ahli psikologi dari Mabes Polri memeriksa secara intensif seorang saksi berinisial SF alias HS alias BC, terkait pembakaran 24 gerbong kereta api di Stasiun Rangkasbitung, Lebak, Banten, Selasa (19/10). Tes psikologi ini dilakukan untuk memastikan kondisi kejiwaannya, sebab polisi curiga dengan keterangan saksi yang berprofesi sebagai tenaga honorer di Stasiun Rangkasbitung tersebut.
Polisi mencurigai keterangan saksi yang sering kali berubah-ubah. Bahkan untuk menyebut indentitasnya saja, saksi tersebut terlalu bertele-tele. "Semula inisial identitasnya dia sebut SF, lalu HS, kemudian berubah lagi menjadi BC. Penyelidikan kami sudah mengarah ke tersangka, tergantung hasil tes psikologinya," kata Kepala Kepolisian Resor Lebak Ajun Komisaris Besar Polisi, Widoni Fedri, ketika dihubungi wartawan, Selasa (19/10).
Widoni menjelaskan, tim dari Kepolisian Resor Lebak meminta bantuan tim ahli psikologi dari Mabes Polri untuk menguji kejiwaan saksi tersebut. Hal ini dilakukan untuk membuktikan apakah keterangan saksi yang berubah-ubah tersebut karena gangguan psikologis atau karena berpura-pura. "Saat ini tim tengah bekerja. Menunggu hasil itu baru akan kita tetapkan apa dia tersangka atau bukan," ujar Widoni.
Selain tenaga honorer tersebut, hingga hari ini sudah 46 orang saksi yang diperiksa, termasuk penjual bensin eceran di salah satu wilayah di Rangkasbitung yang diduga mengetahui pelaku pembakaran. Dari keterangan saksi lainnya, sebelum terjadi pembakaran, Senin (11/10) dini hari, tenaga honorer tersebut terlihat membeli 1 liter bersin menggunakan wadah plastik. "Ini yang menguatkan dugaan bahwa saksi tersebut bisa mengarah sebagai tersangka," tambah Widoni.
Menurut Widoni, salah seorang saksi yang menjadi penjual bensin eceran mengenali wajah si pembeli bensin yang diduga sebagai pelaku pembakaran. “Berdasarkan hasil pemeriksaan tim Pusat Laboratorium Forensik Mabes Polri, pelaku menggunakan bensin untuk membakar gerbong kereta api. Bensin diduga berasal dari tempat penjual bensin eceran yang kini menjadi saksi,” ujar Widoni.
Sementara itu, Kepala Stasiun Rangkasbitung, Suratman, mengatakan Stasiun Rangkasbitung tidak memiliki tenaga honorer yang dijadikan saksi seperti yang diungkapkan Kapolres Lebak. Menurutnya, saksi yang mengarah menjadi tersangka tersebut merupakan tukang sapu ilegal yang bisa beroperasi di dalam gerbong kereta api yang meminta imbalan dari penumpang. "Kami tidak mengenal saksi yang dimaksudkan kapolres," tuturnya.
Meski telah memeriksa 46 saksi, hingga kini polisi belum menetapkan satu pun tersangka terkait pembakaran tersebut. Para saksi tersebut, antara lain Kepala Stasiun Rangkasbitung, Suratman, pegawai Stasiun Rangkasbitung, petugas kebersihan, keamanan, pedagang, dan seorang pekerja seks komersial yang biasa mangkal di Stasiun Rangkasbitung. Diharapkan dengan terungkap siapa pelaku pembakaran 24 gerbong KA tersebut, polisi bisa mengetahui apa motif dibalik pembakaran yang telah merugikan negara itu.
Sebelumnya, Kapolda Banten, Brigjen Agus Kusnadi, menjelaskan, belum bisa menetapkan EK dan EO sebagai tersangka dalam kasus pembakaran 24 gerbong kereta api di Stasiun Rangkasbitung. Karena, hingga kini polisi belum memiliki bukti dan saksi yang cukup untuk menetapkan keduanya sebagai tersangka. “Walau EK dan EO tidak kami tahan, tapi kami tetap mengawasi mereka,” ujarnya.
Selain itu, kata Agus, polisi terus memburu TP yang hingga saat ini belum berhasil ditangkap. Agus berharap TP bisa memberikan kesaksian dan mengetahui pelaku pembakaran, serta motif dibalik pembakaran gerbong kereta tersebut. “Anggota kami terus mencari TP, tapi TP hingga kini belum kami nyatakan sebagai DPO (daftar pencarian orang),” terangnya.
Kasus pembakaran kereta ini, menurutnya Agus, sangat berbeda dengan kasus pidana lainnya. Sebab, barang bukti yang diduga digunakan pelaku untuk membakar gerbong kereta tersebut semuanya habis terbakar. “Untuk itu masyarakat diminta bersabar, sebab kami juga menginginkan kasus ini dapat bisa diungkap dengan tuntas,” tuturnya.