REPUBLIKA.CO.ID, KENDARI--Kesejahteraan wartawan yang bekerja di sejumlah perusahaan pers baik media cetak, elektonik, maupun media lainnya masih memprihatinkan. Hal ini disampaikan anggota Dewan Pers, M Ridlo 'Eisy.
"Dewan Pers menilai bahwa kesejahteraan wartawan masih perlu perhatian serius oleh pihak perusahaan, karena masih ditemukan pemberian upah bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan," ujar Ridlo Eisy, Kamis (14/10).
Menyikapi hal ini, Dewan Pers sudah berupaya maksimal mengakomodasi kepentingan wartawan dengan mengkampanyekan standarisasi perusahaan pers, khususnya pemberian upah minimal sebesar Upah Minimum Provinsi (UMP) kepada wartawan dan karyawan, serta menerima gaji sebanyak 13 kali setahun.
Selain itu, Ridlo, yang juga Ketua Harian Serikat Penerbit Suratkabar (SPS), mengemukakan bahwa Dewan Pers juga mengingatkan, agar pemutusan hubungan kerja (PHK) wartawan dan karyawan perusahaan pers tidak boleh bertentangan dengan prinsip kemerdekaan pers dan harus berpedoman pada UU Ketenagakerjaan.
Sementara itu, Bekti Nugroho yang juga anggota Dewan Pers mengatakan, kesejahteraan wartawan penting karena berkaitan dengan profesionalitas dan independensi. "Tidak ada pilihan bagi perusahaan pers kecuali mensejahterakan wartawannya agar dapat bekerja profesional dan maksimal," kata Bekti, yang juga Sekretaris Jenderal Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI).
Kalangan pekerja pers harus mengakui bahwa sejumlah kasus dugaan pemerasaan yang dilakukan oknum wartawan adalah salah satu efek tidak terjaminnya kesejahteraan. ''Namun, ada pula oknum yang nekat mencatut nama wartawan untuk memuluskan modus pemerasan kepada calon korbannya,'' jelas Bekti Nugroho.