Kamis 07 Oct 2010 23:21 WIB

Mendiang Gus Dur Sabet Penghargaan dari Komunitas UWRF

Rep: Ahmad Baraas/ Red: Djibril Muhammad
Gus Dur
Gus Dur

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR--Sekitar 100 penulis dari 37 negara yang tergabung dalam Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) 2010 menggelar malam penghormatan bagi mantan presiden Gus Dur, Rabu (6/10) di Ubud, Gianyar-Bali. Almarhum Gus Dur dinilai sebagai sang negarawan, pemimpin relijius, pluralis dan komedian yang merupakan simbol hidup dari Bhinneka Tunggal Ika.

Acara malam penghormatan itu, diawali oleh lantunan lagu Mujarat Abunawas dan tembang ilir-ilir yang diciptakan oleh Sunan Kalijaga dalam rangkaian perjalanannya mengajarkan agama Islam di tanah Jawa. Acara kemudian dilanjutkan oleh pidato dari Greg Barton, profesor dari Monash University yang menulis biografi pendiri NU cucu Hasyim Asy'ari itu.

Greg Barton menyatakan bahwa Gus Dur merupakan politisi Indonesia yang berani tampil beda dan berpikir melampaui zamannya sehingga kerap kali dianggap sebagai tokoh yang nyleneh. Hal tersebut senada dengan yang disampaikan oleh Inayah Wahid, putri bungsu mantan presiden ke-4 Indonesia tersebut.

Menurutnya, sikap Gus Dur yang pluralis tersebut merupakan hasil didikan dari guru-gurunya semasa dia bersekolah. Guru-guru tersebut tak lain dan tak bukan merupakan berbagai buku yang dilahapnya. "Saya berharap akan ada lagi yang juga belajar dari guru-guru ini dan menjadi sebijak Gus Dur," tutur Ina, panggilan akrab Inayah Wahid.

Pada kesempatan itu, ikut membacakan puisi dengan alunan musik oleh Cok Sawitri. Dalam karyanya berdurasi sekitar 30 menit itu, Cokorda Sawitri mengangkat sebuah dialog antara Sunya dan Nirvana dalam kisah Sutasoma. Sementara itu, pada hari pertama UWRF 2010, Kamis (7/10), tampil sebagai pembicara penulis dan sastrawan Sitor Situmorang.

Pada kesempatan itu Situmorang mengatakan, pada masa dia aktif menulis, perbedaan pendapat kurang mendapat tempat di Indonesia. Bahkan karena tulisannya, dia sempat dipenjara sebagai tahanan politik. "Saya tidak pernah diadili, tidak pernah tahu kesalahannya dan tidak pernah tahu berapa lama harus menjalani hukuman. Yang jelas saya ditangkap dan dijebloskan dalam penjara," kata Situmorang.

Saat ini katanya, memang ada perubahan, tapi dia tidak tahu seberapa besar perubahan itu. Dia juga tidak tahu, apakah kebebasan menulis dan mengemukakan pendapat benar-benar dijamin oleh undang-undang di Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement