REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA --- Untuk menghidari konflik di perbatasan, pemerintah harus memahami batas wilayah. Jika tidak memahami batas wilayah yang sebenarnya akan memicu konflik. ''Kalau batas tidak jelas akan berpotensi pada konflik,'' tutur Ahli Hukum Laut, Hasyim Djalal saat diskusi 'Pulihkan Kedaulatan dan Kesejahteraan Wilayah Perbatasan' di Jakarta, Rabu (6/10).
Batas tersebut mencakup batas di darat dan di laut. Dengan memahami batas wilayah termasuk di dalamnya batas wilayah laut maka bisa mengelola laut. Sebaliknya jika tidak memahami batas wilayah akan sulit mengelola laut. Tidak hanya sulit mengelola laut. potensi konflik untuk mengklaim wilayah pun akan muncul. Seperti konflik dengan Malaysia belum lama ini. Di mana tiga petugas RI ditangkap polisi Malaysia saat sedang mengawal perahu Malaysia yang tertangkap mengambil ikan di perairan Indonesia.
Di sisi lain Djalal juga menggaris bawahi petugas di lapangan tidak memahami batas wilayah yang sudah ditetapkan dalam Wawasan Nusantara. ''Yang terjadi petugas tidak menjaga karena tidak paham.Sehingga jangan disalahkan jika ada yang mencuri dari laut Indonesia,'' tutur dia. Sementara Indonesia sangat sensitif terhadap kelautan karena Indonesia dikelilingi laut.
Ia memaparkan sejak agreement 1981 yang mengatur wawasan nusantara sudah jelas batas antara Indonesia dengan Malaysia. ''Jadi wawasan nusantara sudah diketahui oleh Malaysia dan perjanjian itu berlaku hingga sekaran,'' tutur dia. Dan juga setidaknya ada 198-200 titik batas Indonesia yang didaftarkan ke PBB dan belum ada yang berubah.
Yang terjadi saat ini Indonesia bukan kehilangan wilayah perbatasan secara yuridis. ''Yang bisa terjadi hilangnya wilayah secara politis dan sosial ekonomi,'' kata Djalal. Karena wilayah perbatasan tidak terurus seperti di Miangas. Secara sosio kultural pun daerah perbatasan merasa lebih dekat dengan negara tetangga dan merasa lebih mudah mendapatkan kebutuhan mereka dari negara tetangga.